
Bisa dibilang traveling alias plesir adalah hal yang lumrah di jalan yang serba mudah saat ini, bahkan bagi sebagian orang, bekerja bukan lagi demi sesuap nasi tapi demi plesir ke negeri seberang.
Pada masa sekarang, traveling amat dimudahkan, semua dalam genggaman, mulai dari mencari ide perjalanan, memesan tiket, menyusun itinerary, mengitung ongkos perjalanan termasuk asuransi perjalanan.
Baca juga: Benda Tak Biasa di Ransel Saya
Sangat disayangkan jika perjalanan yang sudah direncanakan jauh-jauh hari harus kandas atau terhambat karena sakit, seperti yang pernah saya alami saat flu berat sepanjang perjalanan berkeliling Flores, Nusa Tenggara Timur.
Berbekal pengalaman itu, dan adanya penyuluhan mengenai vaksin, akhirnya sebelum saya berangkat ke New Zealand, saya memutuskan untuk vaksin meskipun tidak ada kewajiban vaksin khusus untuk warga negara Indonesia yang hendak berangkat kesana.
Wait, memang ada gitu negara yang mewajibkan?
Ada banget, seperti vaksin meningitis yang wajib dilakukan oleh calon jemaah haji dan jemaah umrah sebagai salah satu syarat pengajuan visa haji atau umrah. Jika bukan merupakan kewajiban, minimal berupa anjuran, seperti melakukan vaksin Yellow Fever jika hendak memasuki wilayah Afrika atau Amerika Selatan.
Vaksin bukan hanya diperlukan saat bepergian ke luar negeri, tapi juga untuk pelancong di negeri sendiri, bahkan termasuk mereka-mereka yang bukan merupakan pelancong reguler, mengapa?
Alasannya, Indonesia juga merupakan wilayah endemik penyakit tertentu yang dapat dicegah dengan vaksin, seperti demam tifoid atau yang biasa kita sebut thypus. Penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri Salmonella typhi ini dapat dicegah dengan melakukan vaksin tifoid tiga tahun sekali.
Selain menambah daya tahan tubuh, vaksin juga adalah upaya mencegahan penyebaran suatu penyakit. Bukan hal yang tidak mungkin saat kita tertular penyakit di suatu daerah yang ternyata sedang ada wabah sakit tertentu, eeh kita tidak sengaja membawanya pulang atau bisa juga sebaliknya, ada wisatawan yang tidak sengaja membawa penyakit tertentu saat tiba di negara kita. Misalnya ditempat asalnya sedang ada wabah cacar air, kemudian dia melakukan business trip ke Indonesia karena tidak merasa sakit, namun begitu tiba di Indonesia dia merasa demam dan terdapat benjolan-benjolan cacar air. Jadilah si wisatawan menjadi tumpangan gratis bagi virus Varicella tanpa ia sadari.
Kirain vaksin hanya untuk anak-anak…
Persis, saya juga dulu menganggapnya demikian, sebelum rutin vaksin belakangan ini, terakhir saya vaksin adalah saat saya memperoleh jatah Vaksin Hepatitis AB gratis dari pemerintah semasa SMP dulu dan kemudian baru mengetahui adanya vaksin dewasa saat diadakan penyuluhan vaksin di tempat saya bekerja.
Apa saja vaksin dewasa itu?
Saat ini vaksin dewasa yang ada di Indonesia adalah:
- Influenza
- Tetanus Difteri (TD) atau Tetanus Difteri Pertusis (TDP)
- Varicella atau Cacar Air
- Zoster
- Human Papiloma Virus untuk Perempuan
- Human Papiloma Virus untuk Laki-laki
- Measles Rubella (MR) atau Measles Mumps Rubella (MMR)
- Hepatitis A
- Hepatitis B
- Hepatitis A dan Hepatitis B
- Demam Tifoid
- Pneumokokal Polisakarida
- Pneumokokal Konjungat
- Meningitis Meningokokal, dan
- Yellow Fever*
Sebelum di vaksin, biasanya petugas vaksin akan menanyakan riwayat penyakit, hal ini karena ada jenis penyakit yang berbeda penanganannya jika si pasien sudah pernah mengalaminya.
Seperti saya, saya tidak perlu Vaksin Varicella karena sudah pernah mengalami cacar air. Jika seseorang dinyatakan sembuh dari cacar air, Virus Varicella tidak lantas hilang dari tubuh, statusnya hanya non aktif saja dan sewaktu-waktu virus ini bisa aktif menyerang kembali. Serangan kedua ini bukan lagi disebut cacar air, namun biasa disebut Herpes Zoster, atau yang hits disebut cacar api (mungkin karena lepuhannya terasa membakar, sehingga banyak yang menyebutnya demikian). Nah, untuk menjaga supaya Virus Varicella itu tidak kembali aktif, saya mendapatkan Vaksin Zoster, cukup satu kali seumur hidup.
Memang kalau lihat tabel jadwal vaksin, Vaksin Zoster hanya diberikan setelah berumur diatas 60 tahun namun bisa saja ada pertimbangan lain sehingga diperbolehkan vaksin lebih cepat, misalnya adanya keluarga atau orang sekitar yang terkena cacar air atau Herpes Zoster. Kalau dalam kasus saya waktu itu, di kantor ada lima orang yang terkena cacar air dan satu orang terkena herpes zoster. fix harus vaksin.

Apakah vaksin itu satu kali seumur hidup?
Berharapnya begitu ya, jadi ngga bolak balik ke rumah sakit atau klinik penyelenggara vaksin. Tetapi ada jenis-jenis vaksin yang harus diulang dalam waktu tertentu.
Misalnya, Vaksin Influenza, virus flu adalah virus yang rajin bermutasi, sakin rajinnya, laboratorium harus membuat serum vaksin flu ter-update setiap tahunnya, itulah mengapa dianjurkan untuk vaksin influenza satu tahun sekali.
Beberapa jenis vaksin juga harus diulang karena daya efektifitas vaksin yang menurun. Serum vaksin adalah serum yang mengandung patogen (bakteri/virus) yang sudah dilemahkan. Ketika disuntikkan, sistem pertahanan tubuh kita mengendusnya sebagai zat asing dan membuat antibodi khusus yang cocok dengan patogen tersebut, antibodi ini memiliki ingatan terhadap patogen dalam jangka waktu yang berbeda atas setiap patogen. Ya ternyata bukan otak kita saja ya yang bisa lupa, sistem pertahanan tubuh pun bisa lupa terhadap patogen yang dulu pernah diendusnya. itulah mengapa daya tahan tubuh harus kembali diingatkan dengan memasukkan kembali patogen yang sudah dilemahkan dalam jangka waktu tertentu dalam bentuk vaksin.
Jenis vaksin yang akan bertahan seumur hidup, antara lain:
- Cacar Air
- Zooster
- Pneumonia (Pneumokokal Polisakarida dan Konjungat)
- Human Papiloma Virus (HPV) untuk Perempuan dan Laki-laki
- Measles Rubella (MR) atau Measles Mumps Rubella (MMR)
Sementara vaksin yang harus diulang, antara lain:
- Influenza, diulang setiap tahun
- Tetanus Difteri (TD) atau Tetanus Difteri Pertusis (TDP), diulang setiap 10 tahun
- Hepatitis A, diulang setiap 15 – 20 tahun kecuali jika memiliki faktor resiko tambahan**
- Hepatitis B, diulang setiap 15 – 20 tahun kecuali jika memiliki faktor resiko tambahan**
- Hepatitis A dan Hepatitis B, diulang setiap 15 – 20 tahun kecuali jika memiliki faktor resiko tambahan**
- Demam Tifoid, diulang setiap 3 tahun
- Meningitis Meningokokal, diulang setiap 2 tahun
- Yellow Fever, diulang setiap 10 tahun
Setelah vaksin apakah demam seperti kalau bayi di imunisasi?
Kadang ya, sumeng kalo kata orang Jawa tapi itu normal, karena proses “kenalan” antara serum vaksin dengan sistem pertahanan tubuh bukan merupakan proses “kenalan baik-baik”, sistem pertahanan tubuh akan mengendus patogen yang sudah dilemahkan dan membentuk antibodi yang cocok dengan patogen tersebut lengkap dengan ingatan sel akan patogen tersebut, nah proses ini akan menyebabkan suhu tubuh meningkat sebagai efek sampingnya.
Baca juga: Tips Perjalanan bagi ODAI dan Penyintas Skoliosis
Vaksin menjamin aman dari penyakit?
Umumnya begitu, sistem pertahanan tubuh di desain sebagai sistem yang waspada terhadap apapun yang masuk ke dalam tubuh. Namun ada beberapa kasus, sistem pertahanan tubuh tidak menganggap patogen yang disuntikkan sebagai benda asing. Dengan “cuek”nya sistem pertahanan tubuh terhadap patogen yang dimasukkan berupa serum vaksin, maka tidak akan terbentuk antobodi yang diharapkan dari vaksin. Ini yang menjadikan seseorang tetap sakit meskipun sudah di vaksin.
Hal lainnya, antibodi akan terbentuk secara sempurna sekitar satu minggu setelah di vaksin. Jika pada masa itu tubuh terpapar penyakit tersebut, tubuh akan tetap jatuh sakit.
Jadi kalau sudah di vaksin masih tetap sakit bukan berarti pasti karena vaksin palsu.
Oiya, bagaimana caranya menghindari vaksin palsu?
Vaksinlah rumah sakit terpercaya, rumah sakit membeli vaksin dari supplier produk farmasi yang sudah tersertifikasi, jadi kemungkinan vaksin palsu bisa ditekan.
Vaksin bisa untuk semua orang?
Tidak.
Tujuan vaksin adalah memperkuat sistem pertahanan tubuh, namun pada kondisi tertentu vaksin justru akan melemahkan kondisi tubuh, seperti pada para penderita HIV.
Kemudian, bagi orang-orang dengan kondisi hamil, dan bagi penyintas auto-imun juga harus berkonsultasi terlebih dahulu sebelum melakukan vaksin.
Untuk kondisi diatas, ada tiga jenis vaksin yang tidak disarankan atau setidaknya harus di konsultasikan sebelum pelaksanaan vaksin yakni Vaksin Varicella, Zoster dan MMR.

Vaksin khan mahal
Nah ini nih yang sering dilontarkan. Memang jika dihitung rupiah lumayan ya, ini list yang saya ingat:
- Vaksin Influenza kisaran Rp. 300.000-400.000,
- Vaksin Meningitis sekitar Rp.350.000 – 400.000
- Vaksin Hepatitis AB total Rp. 3.000.000 (untuk satu set vaksin yang terdiri dari 3x suntik),
- Vaksin MMR sekitar Rp. 800.000 (untuk satu set vaksin yang terdiri dari 2x suntik dengan jarak waktu 1 bulan)
- Vaksin Cacar Air sekitar Rp. 1.200.000 (untuk satu set vaksin yang terdiri dari 2x suntik dengan jarak waktu 1 bulan)
- Vaksin Zoster Rp. 2.250.000 untuk satu kali vaksin seumur hidup
Lihat angkanya mah manyun ya, tapi sakit itu lebih mahal dari sehat, bukan sekedar mahal dari sisi materi tetapi juga mahal karena hilang kesempatan untuk menjadi produktif.
Lagipula, jangka waktu pengulangan vaksin khan cukup lama. Vaksin Hepatitis AB yang seharga Rp. 3.000.000 itu valid sampai 15 hingga 20 tahun. Insya Allah saat mengulang vaksin sudah cukup tabungannya.
Kalau memang berniat untuk rutin vaksin, memang baiknya punya dana khusus di tabungan, dan menyalakan alarm pengingat di handphone.
Kalau ada program vaksin pemerintah, saya sih mau banget ikut, lumayan duitnya bisa buat beli tiket pesawat ke Aceh yang mahal itu.
====
* Yellow Fever (demam kuning) berbeda dengan Hepatitis A (sakit kuning). Demam kuning ditularkankan oleh gigitan nyamuk culex sementara sakit kuning ditularkan melalui makanan/minuman yang terkontaminasi virus Hepatitis A, berhubungan seksual dengan penderita Hepatitis A dan tinggal serumah dengan penderita Hepatitis A.
**Resiko tambahan: Tenaga medis yang memiliki resiko tertular dari pasien atau orang yang memiliki anggota keluarga pengidap penyakit ini.
Referensi:
Wah banyak bgt ya vaksin yg penting untuk orang dewasa. Dan aku blm pernah vaksin lagi setelah dewasa. Makasih sharingnya Mbak!
SukaSuka
Terima kasih kembali, semoga bermanfaat
SukaSuka
Thanks for the information, Tam. Aku emang ngakuin banget kalo vaksin mahal, vaksinin Aqsa juga mahal banget sekali suntik apalagi buat dewasa. Tapi aku juga sadar kok manfaat vaksin itu. Cuma kadang bingung sama orang yang antivaks sampai ke anak-anaknya. Jadi kadang suka ngerasa salah nggak sih kalo aku nggak ngebolehin anakku buat nggak main sama anak yang nggak vaksin, huhuhu. Maaf jadi curhat panjang, Taammm.
SukaSuka
Iya.. samaa.. jangankan anak-anak, aku aja mikir waktu kmrn sempat banyak yang kena cacar di kantor, akhirnya aku dan temenku vaksin, jaga-jaga..
Thank u sdh cerita ya, Wi..
SukaSuka
Sejak dewasa baru ikutan vaksin tuh pas difteri kmrin hehe dan sakit juga haha
SukaSuka
Vaksin Difteri dan abis itu sakit Difteri?
SukaSuka
Antibodi baru benar2 terbentuk setelah satu minggu suntik. Tapi memang pasti ada kans tetep kena penyakit itu, terutama kalau ternyata sistem pertahanan tubuh tidak menganggap patogen yang disuntikkan melalui vaksin bukan merupakan benda asing.. Krn tidak dianggap benda asing, antibodi jadi tidak terbentuk..
Nasip ya..
SukaSuka
Wah wah… Ternyata perkara vaksin ini rumit juga ya
SukaSuka
Iya.. kirain tinggal cuss, ternyata ngga juga..
SukaSuka
Baru tahu ternayata vaksin penting juga buat orang dewasa ya, kirain bayi aja ya, terima kasih mba untuk informasinya jadi tahu nama-nama vaksin
SukaSuka
Thank u mbak, semoga bermanfaat
SukaSuka