Kami
Pramuka Indonesia
Manusia Pancasila
Satya ku kudarmakan
Darma ku kubaktikan
Agar jaya Indonesia
Indonesia Tanah airku
Kami jadi pandumu

Begitulah Hymne Pramuka, gubahan H. Mutahar. Pramuka, yang merupakan akronim dari 3 kata: praja, muda, dan karana adalah kata yang muncul di bahasa Jawa Kuna, bahasa Jawa Pertengahan dan bahasa Indonesia. Dari tiga kata itu salah satunya merupakan kata serapan dari bahasa Sansekerta, satu yang lainnya merupakan bahasa Sansekerta tanpa ada dalam kamus KBBI, satu yang terakhir adalah dari bahasa Indonesia namun bukan serapan dari bahasa Sansekerta. Apa saja itu? Yuk baca kelanjutannya.
Nama yang merupakan usulan dari Sri Sultan Hamengkubuwana IX ini konon terinspirasi dari kata “poromuko”, yakni pasukan terdepan dalam perang yang kemudian jika diejawantahkan menjadi “Praja Muda Karana” maka maknanya menjadi “Jiwa Muda yang Gemar Berkarya”.
Kata “praja” dalam bahasa Jawa Kuna dan Pertengahan berarti keturunan, anak cucu, keluarga, makhluk, umat manusia, orang-orang, sanak keluarga, suku bangsa, bangsa, rakyat, anak buah pangeran, segenap bawahan (raja), penduduk negara, negeri, negara, kerajaan, dunia, dunia manusia, seluruh dunia, atau seluruh makhluk (Zoetmulder, 1995: 838).
Sementara arti “praja” dalam KBBI berarti kota, negeri, serta sebutan bagi siswa ikatan dinas di bawah Departemen Dalam Negeri. Kata “praja” acapkali digandeng dengan kata lain seperti prajadhipa atau prajadhipati, prajahita.
Kata “muda” dalam KBBI memiliki arti yang luas, mencakup banyak hal. Seperti tentang buah-buahan (muda = belum sampai masak/belum sampai waktunya untuk dipetik), berhubungan dengan warna (muda = warna yang kurang gelap/agak pucat), merujuk kepada tingkat kedudukan/urutan (muda = anak kedua, ketiga, dst), merujuk kepada sesuatu yang belum lama ada (muda = … ini baru berdiri setahun lalu) hingga berhubungan dengan umur (muda = belum sampai umur/belum cukup umur).
Sebenarnya, dalam bahasa Sanskerta terdapat kata “mudha”, namun “mudha” dalam bahasa Sansekerta berarti pandir, bodoh, tolol, tak bijaksana, dungu (Zoetmulder, 1995: 676). Tentu saja pada konteks “praja muda” di dalam sebutan akronim “pramuka” ini bukan serapan dari kata “mudha” dari bahasa Sanskrit melainkan kata “muda” dalam bahasa Indonesia, yaitu orang yang berusia muda yang bestari, meskipun masih berusia muda namun sudah luas pengetahuannya serta bijaksana. Hal ini klop dengan makna resmi dari “praja muda karana” yaitu jiwa muda yang gemar berkarya.
Arti “gemar berkarya” itu sendiri sangat mungkin terkait dengan arti kata “karana”. Dalam bahasa Jawa Kuna dan Tengahan “karana” memiliki makna: tindakan membuat, menghasilkan, mempengaruhi, mencari sarana, daya upaya (Zoetmulder, 1995: 461) sementara dalam KBBI tidak terdapat kosa “karana”.
Gerakan kepanduan ini dicetuskan pada tahun 1906-1907 oleh Robert Baden-Powell, seorang anggota angkatan darat Inggris yang bernama Robert Baden-Powell yang menulis buku yang berjudul Scouting For Boys. Pemikiran yang kemudian disebut Scout Movement ini menyebar ke seluruh dunia termasuk ke Indonesia.
Mengutip kemendikbud.go.id, embrio gerakan kepanduan di Indonesia sudah ada sejak Indonesia belum merdeka. Pemerintah Hindia-Belanda membawa cabang gerakan kepanduan ke Indonesia yang bernama Nederlandsche Padvinders Organisatie (NPO) pada tahun 1912 yang kemudian berubah nama menjadi Nederlands Indische Padvinders Vereniging (NIVP) pada 1916.
Pada tahun yang sama Mangkunegara VII membentuk Organisasi Kepanduan pertama Indonesia bernama Javaansche Padvinder Organisatie (JPO). Lahirnya JPO memicu gerakan kepanduan nasional lainnya diantaranya Hizbul Wahton (HM) pada 1918, JJP (Jong Java Padvinderij) pada 1923, Nationale Padvinders (NP), Nationaal Indonesische Padvinderij (NATIPIJ), Pandoe Pemoeda Sumatra (PPS). Pada tahun 1923 itu pula di Jakarta juga berdiri “Jong Indonesische Padvinderij Organisatie (JIPO)”.
Pada tahun 1926, NPO dan JPO kedua organisasi kepanduan tersebut dilebur menjadi organisasi dengan nama Nationale Padvinderij Organisatie (INPO). Pendirian organisasi kepanduan tersebut diprakarsai oleh orang-orang Belanda di Hindia-Belanda.
K.H Agus Salim memperkenalkan istilah “Pandu” atau “Kepanduan” untuk organisasi Kepramukaan milik Indonesia menggantikan kata Padvinder yang digunakan oleh Belanda.
Pada 23 Mei 1928 muncul PAPI (Persaudaraan Antar Pandu Indonesia) yang anggotanya terdiri dari INPO, SIAP, NATIPIJ, PPS.
Dan setelah kemerdekaan, yakni 28 Desember 1945 lahirlah kepanduan yang bersifat nasional yaitu Pandu Rakyat Indonesia. Dalam perjalanan sejak kelahirannya itu muncul ratusan organisasi kepanduan yang terbagi menjadi beberapa federasi.

Jumlah perkumpulan kepramukaan di Indonesia tidak sebanding dengan jumlah seluruh anggota perkumpulan hingga kemudian dibentuklah PERKINDO (Persatuan Kepanduan Indonesia). Namun, pada PERKINDO masih ada rasa golongan yang tinggi hingga pada 1960 pemerintah dan MPRS berupaya untuk membenahi organisasi kepramukaan di Indonesia.
9 Maret 1961 Presiden Soekarno mengumpulkan tokoh-tokoh dari gerakan kepramukaan indonesia, presiden pertama Indonesia itu mengatakan bahwa organisasi kepanduan yang ada harus diperbaharui, aktivitas pendidikan harus diganti dan seluruh organisasi kepanduan dilebur menjadi satu dengah nama Pramuka.
Alur peristiwa yang terjadi kemudian, memiliki beberapa hari penting bagi gerakan kepanduan Indonesia dan hari-hari tersebut pun diberi nama.
9 Maret 1961, Presiden Soekarno membentuk panitia pembentukan gerakan Pramuka yang terdiri dari Sultan Hamengkubuwono XI, Prof. Prijono. Dr. A. Aziz Saleh serta Achmadi. Peristiwa ini kemudian dikenal dengan Hari Tunas Gerakan Pramuka.
Buah hasil kerja panitia pembentukan gerakan Pramuka ini adalah lampiran keputusan Presiden nomor 238 tahun 1961 tentang gerakan Pramuka. Peristiwa pada 20 Mei 1961 ini disebut sebagai Hari Permulaan Tahun kerja.
Kemudian pada 30 Juli 1961 bertempat di Istora Senayan, seluruh tokoh–tokoh kepanduan indonesia berkumpul dan menyatakan menggabungkan diri dengan Pramuka, dan hari bersejarah ini disebut sebagai Hari Ikrar Gerakan Pramuka.
Melanjutkan Ikrar Gerakan Pramuka, pada 14 Agustus 1961 dilakukan MAPINAS (Majelis Pimpinan Nasional) yang diketuai oleh Presiden Soekarno, wakil ketua I Sultan Hamengkubuwono XI dan wakil ketua II Brigjen TNI Dr. A. Azis Saleh.

Pada MAPINAS ini, Presiden Soekarno menyerahan panji-panji pramuka kepada tokoh-tokoh pramuka dihadiri oleh ribuan anggota pramuka untuk memperkenalkan gerakan Pramuka kepada Masyarakat. Hari penyerahan panji-panji pramuka ini kemudian ditetapkan sebagai Hari Pramuka hingga saat ini.
Selamat Hari Pramuka,
Pramuka sejatinya mengajarkan kita bahwa setiap ucapan yang lahir dari diri harus disertai pula dengan tindakan mewujudkannya.
Semoga kita semua senantiasa mendharmabhaktikan satya kita untuk kejayaan negeri Indonesia.
=====
Sumber, antara lain:
- Kemendikbud.go.id
- Pak Dosen Dwi Cahyono