Ini adalah catatan perjalanan Ramadhan 2016 silam, awalnya ditulis dalam bahasa inggris namun kali ini saya republish dalam bahasa Indonesia.

Saat itu, Batu Lawang bukanlah bagian dari rencana perjalanan kami. Pada awal rencana, kami hanya berpikir tentang wisata kota: pergi ke museum, dan ke tempat-tempat bersejarah dengan sepeda motor… sampai salah satu dari kami mendapat ide untuk hiking ke Batu Lawang.

Lawang berarti pintu, disebut lawang karena dua buah batu besar yang menyisakan celah menyerupai pintu, dan layaknya sebuah pintu —- menghubungkan antara satu ruangan dengan ruangan lainnya —- Batu-batu tersebut menghubungkan Kota Cilegon dan Kabupaten Serang.

Tempat ini sangat cocok untuk pelancong akhir pekan yang tidak memiliki banyak waktu namun masih memiliki cukup adrenalin untuk menantang diri mereka sendiri.

Kami datang berlima, empat orang dari kami melalui jalur yang mudah, mengendarai sepeda motor hingga pos terakhir sebelum berjalan kaki dan memanjat dua batu besar tersebut. Namun, Teguh, memilih cara yang tidak biasa, yaitu dengan berlari dari rumahnya di daerah Serang dan kemudian mendaki ke puncak Batu Lawang.

Mungkin beberapa orang berpikir kami gila mendaki saat puasa, bagaimana jika kami haus atau lapar? Kata orang-orang. Tapi justru kami beruntung memiliki kelapangan waktu dan kemampuan hingga sampai di sana pada siang hari di bulan puasa, bukit itu sepi sehingga rasanya kami memiliki bukit itu untuk kami sendiri. Dan kami pikir, puasa bukanlah alasan untuk tidak melakukan apa-apa atau kurang aktif di siang hari, iya kan? Yang penting kemampuan dan keluangannya ada.

Orang yang biasa hiking, biasanya mulai mendaki sebelum fajar untuk melihat matahari terbit, namun kali itu kami tidak mengikuti kebiasaan tersebut, karena kami tidak prepare sejak di Jakarta sehingga kami tidak mendaki menggunakan perlengkapan yang standar… Seperti saya, kali itu saya memakai Converse boots, sepatu yang memang untuk jalan-jalan di dalam kota saja.

Benar saja, meskipun kami sampai di kaki bukit saat matahari sedikit diatas cakrawala, bebatuan di sana cenderung licin, hingga perlu sangat berhati-hati saat berjalan.

Sepanjang pendakian, kami ditemani oleh seekor kucing yang ikut mengekor dari kaki bukit sehingga tim ‘pendaki’ yang tadinya berlima menjadi berenam.

Karena bukit itu terasa menjadi milik kami, kami leluasa memonopoli pemandangan. Serang terlihat indah dari atas. Kami bisa melihat masjid terbesar di Serang dari atas, kawasan industri Serang, perbukitan, hutan, dan pelabuhan yang menjadi tujuan kami selanjutnya.

Saat matahari semakin meninggi, kami kembali ke garis start. Kali ini teman bulu yang satu ini tidak mau ikut, ia lebih memilih untuk tidur sambil berjemur diatas bukit.

===

@Dawam, Fitra & Teguh, thank you sudah menemani saya dan Mbak Nur jalan-jalan keliling Serang.

@utamiisharyani

Awalnya ngga ada niatan sama sekali kesini, tapi kemudian salah seorang dari kami mengajak naik ke Batu Lawang. Puasa-puasa hiking, siapa takut. #batulawang #banten #serang #travel #travellife #serangbanten

♬ original sound – Utami Isharyani – Utami Isharyani