Hari ini saya menemukan (kembali) beberapa foto yang saya ambil sekitar tahun 2008-2009 dengan kamera saku pertama saya, Sony Cybershot DSC-W 120. Pikiran saya langsung flashback ke momen itu.

Saat itu, ketika transportasi kereta api masih belum tertib seperti saat ini, saya melihat sepasang suami-istri paruh baya yang melakukan aktivitas rutin pagi hari dengan cara yang berbeda dari yang lain.

Rasa penasaran mulai muncul ketika saya melihat seorang pria bersandar di peron dengan rokok kretek dan sepedanya, seperti sedang menunggu seseorang. Tak berapa lama kemudian, sebuah kereta rangkaian listrik (KRL) memasuki Stasiun Sudimara dan berhenti di peron tempat bapak paruh baya tadi berdiri.

Selang beberapa saat, di pintu terakhir kereta, ada seorang wanita paruh baya yang bersama seorang pria (yang lebih muda darinya) mengeluarkan berkarung-karung belanjaannya. Sebagian belanjaannya menyembul keluar, dan terlihat itu adalah sayur mayur dan bahan makanan lainnya. Dari apa yang saya lihat itu kemudian saya mengira-ngira, mungkin sang wanita berangkat dari Pasar Kebayoran untuk membeli beberapa barang belanjaan untuk dijual kembali di Pasar Jombang — sebuah pasar yang letaknya dekat dengan Stasiun Sudimara — atau mereka memiliki sebuah warung makan, dan bahan masakannya ada di dalam karung-karung tersebut.

Setelah seluruh belanjaan diturunkan dari kereta, pria paruh baya tersebut mulai memindahkan belanjaan dari peron dan menaruh diatas sepedanya, sementara pria yang lebih muda kembali masuk ke dalam kereta.

Bagi pasangan paruh baya ini, lebih mudah untuk menjemput belanjaan langsung di peron ketimbang di tempat parkir. Lebih mudah dan lebih ringan karena tidak perlu memanggul belanjaan sampai ke pintu keluar peron. Namun tentunya hal ini sudah tidak dapat dilakukan lagi sejak sistem perkeretaapian diubah.

Di tahun itu, bapak dan ibu paruh baya ini selalu tiba di pagi hari sekitar jam 06:00 untuk melakukan aktifitas yang sama dengan cara yang sama. Seperti saya yang menunggu kereta pada jam yang sama untuk berangkat ke kantor di peron seberangnya.

Saya merasa cukup beruntung karena keesokan harinya dan hingga hari ini saya tidak lagi melihat mereka. Beberapa hari sebelum mengambil foto, sebetulnya saya menimbang-nimbang apakah saya akan mengabadikan dua pasang paruh baya ini atau tidak.

Yang saya sayangkan adalah, saya tidak menyimpan versi asli dari foto ini, saya hanya ‘bergantung’ pada facebook. Menyimpan di facebook dengan harapan mudah menemukannya kembali, namun ternyata oleh facebook resolusi foto ini dikurangi sehingga tidak tampak tajam seperti kualitas Sony Cybershot dengan lensa zeiss.

Tapi tak apalah, akan lebih sulit jika mengandalkan ingatan saja. Dan dengan adanya foto, saya bisa bercerita seperti saat ini.