Jujur ya, saya iri dengan Jakarta.
Sebagai orang yang tinggal di kota penyangga Jakarta, saya juga turut merasakan enak dan nyamannya transportasi umum di Jakarta dan menyayangkan mengapa kota penyangga Jakarta tidak memiliki fasilitas serupa.
Sebut saja moda transportasi Trans Jakarta yang memiliki moda bus Tije, bus feeder Tije, MRT, LRT dan Jak Lingko (Mikrotrans).
Moda transportasi umum tersebut terbilang murah bahkan gratis. Menggunakannya pun terbilang mudah. Namun sebelum membahas kemudahan dan harganya yang sangat ramah di kantong, kita bahas sedikit yuk sejarahnya.
Transjakarta memulai operasi pada 15 Januari 2004, ditandai dengan peresmian Koridor 1 jurusan Blok M – Stasiun Kota, Sejak awal pengoperasian Transjakarta, harga tiket ditetapkan untuk disubsidi oleh pemerintah daerah DKI Jakarta. Tujuannya memberikan jasa angkutan yang lebih cepat, nyaman, dan terjangkau bagi warga Jakarta dan warga luar Jakarta yang berkegiatan di Jakarta.
Pada masa pengenalan sistem transportasi Trans Jakarta di tahun 2004 tersebut dilakukan dengan menggratiskan tiket perjalanannya selama dua minggu dan setelah itu tarif diberlakukan sebesar Rp. 2.000,- sangat murah pada masa tersebut, bahkan setelah tarifnya dinaikkan pada 1 Februari 2012 pun tarifnya masih tergolong murah, yaitu Rp. 3.500,-.
Kini Trans Jakarta tidak lagi memberlakukan sistem satu tarif, melainkan tarif integrasi yaitu pengenaan tarif saat ini diberlakukan berdasarkan jauhnya perjalanan. Tarif awal yang diberlakukan saat tap-in adalah sebesar Rp 2.500. Tarif tap in ini berlaku untuk penumpang memulai perjalanannya dengan bus transjakarta, MRT, dan LRT. Kemudian penumpang akan dikenakan tarif sebesar Rp 250 per kilometer sampai maksimum Rp 10.000.
Tarif integrasi ini memiliki tenggat waktu maksimum 180 menit, sehingga jika ada penumpang antarmoda (‘nyambung’ menggunakan moda angkutan integrasi Tije berbayar yang lain misalnya awalnya naik bus Tije kemudian nyambung naik MRT) yang mengakibatkan waktu perjalanan lebih dari 180 menit, maka akan ada tambahan biaya selain tarif maksimal Rp 10.000 tersebut.
Ah bahkan dengan tarif integrasi pun masih terasa murah dibandingkan dengan nyetir kendaraan sendiri dikala bensin sudah naik 3 kali sepanjang tahun 2022 yang belum berakhir ini ya khaaan…
Tarif integrasi ini sudah berlaku terlebih dahulu pada sistem tarif Commuter Line. Karena adanya tarif ini, maka penumpang diwajibkan tap-in dan tap-out pada bus Tije. Kalau tidak tap-out maka kartu yang digunakan untuk membayar tarif bus Tije akan terblokir. Tujuan dari kewajiban tap-out ini adalah agar satu kartu hanya bisa digunakan oleh satu orang dan juga untuk mencatat jarak transaksi sekaligus untuk memotong saldo yang dibayarkan.
Selain Bus Transjakarta, ada juga Mikrotrans yang juga lazim disebut Jak Lingko.

Berbeda dengan tarif Tije yang naik, tarif Jak Lingko justru turun. Begini sejarahnya …
JakLingko bermula dari OK Otrip, program transportasi satu harga untuk satu kali perjalanan yang diluncurkan oleh Transjakarta. Hasil karya Pemerintah Provinsi DKI Jakarta ini diujicobakan pertama kali pada 15 Januari 2018.
Pemprov DKI menggunakan kata “lingko” yang mencerminkan makna integrasi, jejaring rute integrasi transportasi antarmoda di Jakarta. Jak Lingko ini menggunakan armada angkutan perkotaan atau yang biasa disebut angkot.
Pada masa awalnya, OK Otrip berbayar Rp. 5.000,- namun pada perkembangannya, angkutan Jak Lingko dapat diakses masyarakat dengan tarif Rp 0 menggunakan kartu Jak Lingko, maupun kartu Bank Negara seperti kartu Emoney (bank Mandiri), Brizzi (BRI), Tap Cash (BNI), dan Jak Card (Bank DKI). Buat kamu yang sudah terlajur membeli kartu OK Trip pun tetap bisa menggunakannya untuk moda Jak Lingko ini.
Happy banget kan dengar kata GRATIS …

Tentunya integrasi moda transportasi Tije ini melengkapi moda transportasi kereta api yang sudah lebih dahulu ada sejak era kolonial tahun 1917.
Tahun demi tahun Trans Jakarta semakin berkembang, bukan hanya koridornya yang bertambah, armadanya pun mulai menggunakan energi yang ramah lingkungan. Pada masa awalnya, armada Tije (sebutan popular untuk Trans Jakarta) menggunakan armada diesel saja, namun saat ini armada-armada terbarunya juga menggunakan gas dan listrik. Canggih kaaan …

Tidak hanya itu, untuk mengakomodasi kebutuhan era digital, moda transportasi umum Jakarta ini memiliki aplikasi di android dan IOS untuk mengetahui jadwal serta rute bus Tije, MRT, LRT, Jaklingko, Commuter Line. Juga dilengkapi dengan sosial media twitter yang difungsikan sebagai corong informasi terkini dan tercepat. Jadi kalau sewaktu-waktu bingung kenapa commuter line nggak datang-datang, tinggal cek ke twitternya deh.
Ngerti kaan kenapa saya iri dengan Jakarta …
Oiya, buat kamu yang ingin menggunakan moda transportasi yang sudah saya sebutkan, silakan unduh aplikasi transportasi pilihan kamu di sini ya:
Tije: Playstore – Appstore – Twitter
Jak Lingko: Playstore – Appstore
Commuter Line: Playstore – Appstore – Twitter
MRT Jakarta (MRT-J): Playstore – Appstore – Twitter
LRT Jakarta (LRT-J): Playstore – Appstore – Twitter
Oiya, awalnya saya bingung, bagaimana caranya Pemerintah Daerah DKI Jakarta menggantikan kendaraan umum seperti Mayasari Bakti, Mikrolet, KWK (Koperasi Wahana Kalpika), PPD, dan banyak “brand” angkutan umum lainnya dengan armada Bus Tije dan Jak Lingko tanpa ‘kericuhan’. Ternyata setelah saya perhatikan, Pemda DKI bekerja sama dengan pengelola kendaraan umum tersebut.

Tidak heran ada armada Jak Lingko berwarna merah dan biru. Armada berwarna merah karena Tije bekerjasama dengan Koperasi Wahana Kalpika, sedangkan yang berwarna biru karena Tije bekerjasama dengan mikrolet.
Begitu juga saat Tije bekerjasama dengan Mayasari Bakti dan PPD. Salah satunya jalur PPD 21 jurusan Ciputat – Blok M via Radio Dalam yang masyhur pada tahun 90-an. Jalur ini kemudian digandeng oleh Tije dengan nomor bus S21.
Semoga sistem transportasi terintegrasi ini menular ke kota-kota penyangga Jakarta yaaaa ….