Berpikir sebelum berbicara adalah strategi yang baik dalam kondisi apapun dan berbicara dengan siapapun, termasuk pada saat traveling.

Setidaknya ada 4 frasa yang sebaiknya kamu singkirkan dari perbendaharaan kata kamu. Bukan saja demi kenyamanan kamu traveling, tetapi juga keamanan kamu serta etika ditempat kamu traveling saat itu.

Apa saja? Yuk, lanjut disimak.

“Do you speak English?”

Saat merencanakan perjalanan tentunya kamu sudah tahu tujuan perjalanan kamu dan bahasa apa yang digunakan disana.

Saat kamu traveling ke tempat dimana Bahasa Inggris bukan bahasa utama, meskipun kamu sangat fasih berbahasa Inggris tetap saja kefasihan kamu itu tidak banyak membantu.

Sebelum berangkat ada baiknya kamu mengetahui kalimat percakapan dasar di negara tujuan kamu. Kata-kata seperti “tolong”, “maaf”, “terima kasih”, “tidak”, “dimana halte untuk bus A”, dan sebagainya.

Penguasaan bahasa setempat (walaupun sedikit) akan mempersingkat kamu dalam menemukan apa yang kamu cari, bayangkan saja jika kamu hendak naik metro (bis umum) di Spanyol dan kamu hanya bisa berbahasa Inggris sementara tanya kanan kiri ternyata tidak ada yang fasih berbahasa Inggris, bisa-bisa kamu malah ketinggalan bus yang seharusnya kamu naiki.

Selain itu, penguasaan bahasa setempat akan membuat penduduk setempat senang karena ada pejalan yang mau bersusah payah mempelajari bahasa mereka, mereka menjadi lebih responsif membantu kamu.

“Punya kembalian nggak? Uang saya Rp. 100.000”

Kalimat ini kurang pantas jika ditujukan kepada pelayan restoran, porter atau pemandu wisata, jika kamu ingin memberikan mereka uang tip.

Mereka belum tentu memiliki kembalian, jangan tempatkan mereka (dan kamu) dalam situasi canggung karena mereka sibuk mencari kembalian di kantong mereka.

“Bisa bantu saya? Saya tersesat, saya menginap di Hotel A”

Ini sama saja kamu memberi ide kepada orang asing bahwa kamu adalah pelancong. Bisa saja secara tidak sengaja kamu bertanya kepada orang yang memiliki catatan kriminal. Ya seperti di film Taken, gara-gara kecerobohan memberitahukan dimana dia tinggal, si gadis diculik penjahat.

Mungkin kamu nggak akan mengalami hal separah itu ya, tapi sebaiknya jangan membuka peluang.

Ingat kata Bang Napi “Kejahatan bukan hanya terjadi karena ada niat dari pelaku, tapi juga karena adanya kesempatan.”

Trus bagaimana caranya supaya kembali ke jalan yang benar (baca; nggak tersasar lagi)?

Seperti yang sudah saya tulis di artikel saya sebelumnya, antara lain:

  1. Tanyalah kepada petugas berseragam seperti polisi atau security.
  2. Masuklah kedalam sebuah toko (atau coffee shop/restoran) terdekat. Kamu bisa bertanya kepada pelayan/pemilik toko mengenai arah yang kamu tuju.
  3. Buat kalimat tanya yang tidak mengindikasikan bahwa kamu tersasar, seperti “Saya mau ke Hotel A, kira-kira lewat mana ya yang paling dekat? Dan naik kendaraan apa ya? Teman saya bertanya tapi saya lupa nama jalannya dan nomor kendaraannya”. Catat jawaban dari orang yang kamu tanyai diatas kertas, bukan dicatat di dalam handphone kamu.
  4. Melipir sebentar ke coffee shop, pesan kopi dan browsing.

Baca juga: Solo Traveling: Tips Penting Merencanakan Perjalanan Mandiri

“Ya ampun, macam saya bawa bom saja”

Standar keamanan bandara kadang nampak seperti parno hingga terasa lebay dan dianggap lelucon. Tapi bukan berarti kamu bisa nyeletuk seperti ini saat melewati detektor logam.

Di bandara manapun di seluruh dunia sudah menetapkan bahwa semua hal mengenai bom baik serius atau berupa lelucon akan diproses dengan sanksi tegas oleh pihak berwajib.

Kalau di Indonesia, hal itu mengacu pada Pasal 437 UU No. 1/2009 tentang Penerbangan.

Daripada berkomentar mengenai hal tersebut, lebih baik menyapa petugasnya atau berkata “Have a nice day” setelah selesai pemeriksaan.

Itulah empat kalimat yang sebaiknya dinindari oleh pelancong. Jika ada lagi yang menurut kamu sebaiknya masuk list, tulis komen atau email saya di utamiisharyani@gmail.com.