Maluku.
Itulah nama tempat yang menjadi idaman saya tahun 2017 lalu, cerita-cerita yang didengungkan oleh teman-teman traveling sangat menggoda saya, apalagi kalimat “Harusnya disana 2 minggu, 1 minggu tidak cukup”, atau “Pengen balik ke Maluku”.
Ditengah rasa ingin tahu, saya kemudian berselancar di dunia maya, mencari tahu ada apa saja sih di Maluku?
Apa saja? Lanjuuut…
Dan ternyata banyak tempat yang dapat disambangi di tempat kelahiran Thomas Matulessy atau yang kita kenal dengan Kapitan Pattimura ini.
Hasil browsing saya akhirnya membuat saya memutuskan berangkat ke Kepulauan Banda, persis sebelum corona melanda dunia.
Mengapa Kepulauan Banda? Karena disana saya bisa mendapatkan semuanya: Pantai, pemandangan bawah laut, serta perjalanan napak tilas sejarah.
Pada jaman kolonial dulu, Maluku diperebutkan karena rempahnya. Perebutan sengit yang bahkan sampai melibatkan negara adikuasa pada zaman itu.
Baca juga: Pala yang Melanglang Buana
Jika China terkenal karena jalur sutra, Indonesia terkenal karena jalur rempah. Bahkan Maluku atau Moluccas memiliki sebutan Kepulauan Rempah (Spice Island).
Karena pamor rempah yang benderang sejak abad ke-6, kini jalur perdagangan rempah (Spice Route) diperingati setiap tahun.
Sebetulnya bisa saja naik pesawat kecil menuju Banda Neira, tapi karena jadwalnya yang tidak banyak itu tidak ada yang cocok dengan jadwal saya, akhirnya saya memutuskan untuk naik kapal cepat saja.
Dari Pelabuhan Tulehu saya menaiki kapal cepat selama 6 jam. Kapal cepat ini hanya melakukan 2 perjalanan ke Pelabuhan Banda Neira dalam seminggu yaitu Selasa dan Jum’at pukul 09.00 WIT.

2. Bangunan bersejarah
Di Kepulauan Banda terdapat 12 benteng besar, Belanda tidak main-main mempertahankan Banda sebagai wilayah jajahannya karena buah pala yang pada zaman itu harganya setara dengan emas.
Sebut saja benteng Belgica, benteng berbentuk pentagon yang terletak di bukit ini terletak berhadapan dengan Benteng Nassau yang terletak di tepi pantai. Kedua benteng ini dihubungkan dengan jalur bawah tanah berbentuk sumur.


Kemudian benteng Concordia dan benteng Holandia di Pulau Lonthor, bagian dari Kepulauan Banda.
VOC membangun banyak benteng karena membutuhkan banyak pos penjagaan untuk menjaga Kepulauan Banda agar setiap sudutnya tidak diterobos oleh musuh. Wajar saja, Banda adalah wilayah yang memiliki potensi besar menghasilkan pundi-pundi kekayaan akibat rempah yang tidak ditemukan di belahan dunia yang lain. Bahkan Belanda memperoleh Pulau Run (bagian terluar Kepulauan Banda) dengan mengalahkan Inggris pada perang Anglo Dutch II dimana pada nota kesepakatan perdamaiannya, Inggris harus rela menukar Pulau Run yang merupakan bagian dari Kepulauan Banda dengan Nieuw Manhattan, sebuah kota yang kini menjadi bagian dari New York.
Perjalanan mengelilingi tempat-tempat bersejarah di Kepulauan Banda dapat diselingi dengan snorkeling di dekat pantai. Ya, untuk melihat dunia bawah laut di Banda, hanya berenang sedikit dari bibir pantai pun sudah terlihat dunia bawah laut yang menakjubkan.
1. Pantai dan laut
Di luar rempahnya, juara di Maluku adalah pantai dan laut, Tidak mengherankan karena Maluku yang memiliki dikelilingi oleh laut; Laut Banda di bagian barat, Laut Arafura di sisi selatan, dan Laut Halmahera di sisi utaranya sehingga tidak heran Maluku yang terdiri dari 18 pulau tersebut memiliki begitu banyak pantai dan pemandangan bawah laut.
Pantai yang paling ramai adalah Pantai Natsepa, karena terletak di Kota Ambon. Pantai ini banyak dipilih sebagai tempat kunjungan wisata keluarga, disini semilir angin laut bisa dinikmati sambil makan rujak natsepa. Rujak yang menggunakan buah pala dalam bumbu kacangnya. Banyak juga yang memesan bumbu ini untuk dijadikan buah tangan saat pulang ke tempat asal.
Jika tidak terlalu menyukai keramaian dan memilih adventure traveling, dari Ambon harus menyeberang ke pulau lain untuk menikmati pemandangan pantai dan alam bawah laut di Ora dan mantai di Pantai Uhe yang terletak di Pulau Seram.
Atau menyeberang ke Kepulauan Banda. spot diving di kepulauan Banda memang sedikit kalah popular dari Ora, tapi justru karena belum terlalu ramai akan terasa seperti memiliki laut dan pantai pribadi, alias sepi.
Salah satu spot keren untuk snorkeling adalah sebelah tenggara Pulau Lonthor, terumbu karang masih subur disini, beragam jenis ikan berkerumun mencari makan termasuk belut moray yang sedang bersembunyi menunggu mangsa lengah yang lewat di depannya.
Semakin ke ujung luar, arus air semakin kencang, sehingga sebelum menyambangi Pulau Run saya menepi sebentar di Pulau Nailaka hanya untuk menikmati pasir pantainya yang halus dan memperhatikan binatang-binatang yang hidup tak terusik. Betul, karena tidak dihuni manusia, keong-keong leluasa berpindah kesana kemari, kepiting dan burung-burung pun singgah tanpa terusik manusia.

Lain Pulau Lonthor, lain pula Pulau Gunung Api. Meski dua pulau ini berhadapan, ekosistem bawah airnya beda sama sekali. Dunia bawah air di laut sekitar Pulau Gunung Api didominasi warna hitam, pasirnya dan ikannya. Selain itu sesekali air terasa hangat karena ada gelembung udara yang muncul dari sela-sela pasir, yang menandakan gunung api itu masih aktif dan sesekali mengeluarkan uap panasnya.
Banyaknya opsi spot bawah air dan wisata sejarah di Banda dibarengi dengan pilihan antara diving atau snorkeling. Jika sudah memiliki lisensi menyelam amat disayangkan kalau tidak menyelam di Banda karena Banda memiliki setidaknya 7 diving spot.
Opsi menginap juga ada dua. Selain menginap di daratan, bisa juga memilih liveaboard, yaitu menyewa kapal dan menginap di dalam kapal. Jika tidak terbiasa diayun ombak pasti akan merasa mual jika memilih liveaboard terutama saat malam dimana air laut lebih bergelombang. Itu alasannya saya tetap memilih menginap di daratan.


Setelah merasakan hampir 2 minggu di Banda Neira, jalan-jalan keliling Kepulauan Banda adalah traveling yang paling sering teringat di benak saya. Dan memang betul yang dikatakan teman-teman plesir saya, Maluku akan membuat kita ingin kembali lagi.
Baca juga: Menikmati Banda Neira: Dari Pala hingga Biota Lautnya