Seringkali,  yang dadakan itu justru kesampaian.  Seperti kali ini, ngerencanainnya ngga jauh-jauh hari.. Dan cuma punya itinerary: ke Gunung Padang dan berangkat naik kereta… Ngga pake jam mikirin jam berapa sampai titik A atau titik B. 

Gimana ntar aja.. 

Kereta

Titik awal kami adalah Stasiun Tanah Abang menuju Stasiun Bogor. Perjalanan 2 jam yang ngga pake mahal.. 4000 rupiah saja. 

Sesampainya kami di Stasiun Bogor, kami menyeberang ke Stasiun Paledang, stasiun khusus KA Pangrango… Tapi tiket sold out, gagal lah rencana kami untuk berangkat secepat kilat ke Lampegan dengan mencicipi kereta yang cukup jadul berbahan bakar diesel itu.. 

Sambil rada manyun,  kami menyeruput mie instan yang kami beli sebagai pelipur lara, sembari mencari tahu yang entah abangnya dimana..  eh, mencari tahu bagaimana caranya kami kesana tanpa kereta.

Si Ibu penjual mi instan mengarahkan kami untuk naik angkot saja sembari mengingatkan kalau akan jauh lebih lama baru sampe Gunung Padang..

Dalam hati bilang, ya iyalah bu.. Siapapun juga tau kalau angkot lebih lama dari kereta.. 

Angkot

Jadilah akhirnya benar-benar ngeteng pake angkot.. Demiii ke Gunung Padang.. 

Si angkot Mitsubishi Starwagon L300 plat kuning ternyata ngetem lamaaaaa bingit dibawah pohon besar nan rindang..  Kata si mister driver,  “nunggu penuh dulu,  Neng”

D u a  J a m  K e m u d i a n

Ternyata maksudnya si Ibu penjual mi instan tadi itu bukan lama waktu tempuh saja,  tapi waktu tempuh + waktu ngetem.. 

Sampe sempat molor dulu,  selfie dulu, wefie dulu plus nontonin si abang ngerokok dengan berbagai gaya.. Tahu gini, bakal bawa tiker, bekal dan keranjang anyaman bambu buat piknik dibawah pohon, foto trus posting di instagram dan pasang caption pencitraan..

Uniknya angkot ini, sebelum berangkat bisa diskusi dulu rutenya lewat mana saja.. 

Para ibu berparas tionghoa dibelakang kami rikues untuk diantar ke Klenteng, sementara ibu disampingnya minta diturunkan di Pasar. Dua penumpang berparas Arab minta diantar ke Puncak Pass dan kami bertiga turun di Warungkondang.. 

Bukan mau makan mi instan lagi loh ya, Warungkondang merupakan nama tempat di Sukabumi,  disinilah tempat charter mobil jurusan Lampegan..

Jalan yang kami tempuh berkelok-kelok, kadang konturnya jelek,  kadang halus beraspal.. Yah kayak hidup gitu deh, ada manisnya ada sepet nya.. #eh

Karena jalan makin lama semakin mengecil,  tidak mungkin kami meneruskan dengan menggunakan mobil.. 
Kami sewa ojek sampai ke pintu masuk Situs Gunung Padang.. 

Sampai Juga

Kami akhirnya menginjakkan kaki di gapura Situs Gunung Padang diwaktu yang sudah sangat sore, setelah negosiasi, kami hanya diperkenankan naik sebentar saja ditemani oleh penjaga situs… 

Tangganya menggunakan kepingan batu pipih yang disusun rapi dengan kumpulan balok-balok batu yang juga tersusun rapi.. Dulu, gimana ya bikinnya..? 

Karena, konon situs ini sudah ada sejak 2000 tahun sebelum masehi,  yang pastinya bisa diperkirakan penduduk di area ini juga belum sebanyak sekarang.. Trus, bikinnya pakai apa? Gergaji? Yey pikir ini kayu, nek?..

Atau dipahat?  Ebuset,  orang jaman dulu ototnya merekah sempurna semua dong ya kayak kue bolu, perut kotak-kotak kayak roti sobek.. 

Macam cowok-cowok di instagram yang rajin pake hashtag #gym atau #fitness

Yah,  biarkanlah para peneliti yang mencari tau bagaimana situs terbesar ini dibuat oleh para pria jaman pra-sejarah berbadan kekar, berperut kotak-kotak.. 

Kunjungan yang Kesorean

Kami berada di puncak Situs pemujaan jaman Animisme-Dinamisme itu sampai matahari tenggelam. 

Sayangnya, karena kondisi hujan,  kami tidak berhasil menikmati matahari tenggelam.. Lensa kamera handphone kami pun hanya sanggup menangkap siluet saja..

Kami kemudian turun dengan lebih hati-hati karena kondisi hujan, beberapa tempat becek dan berlumpur..  

Malam itu kami tidak mungkin kembali ke Jakarta, akan membahayakan karena jalan dari Situs ke Lampegan yang sempit dan licin, ditambah lagi,  kami belum tentu dapat kendaraan menuju Warungkondang. 

Jadilah kami menginap dirumah salah satu penduduk untuk kemudian pulang di keesokan paginya. 

Tidak Hanya Untuk Wisatawan

Dari obrolan malam dengan pemilik rumah yang juga membuka warung kopi, ternyata ada juga pengunjung yang datang larut malam.. Pengunjung-pengunjung tersebut naik ke puncak situs bukan untuk berwisata,  melainkan untuk bersemedhi.. Budaya yang masih dilakukan oleh sebagian masyarakat Indonesia..

Mereka percaya bahwa situs berbentuk pentagram ini memiliki berkah.

Bagi yang menyukai perjalanan yang berhubungan dengan sejarah,  Situs ini bisa menjadi salah satu tujuan. Jadi, ngga cuma tau lewat buku sejarah saja. 

Atau, mungkin jika ada yang mau ikutan semedhi,  boleh juga menyambangi situs untuk semedhi…  Harus melewati ijin penjaga situs tentunya..

Kalau mau hunting sunrise disini juga diperbolehkan,  asalkan ijin terlebih dulu, karena sebenarnya situs dibuka untuk umum jam 10 pagi dan tutup jam 4 sore. 

Jangan Lupa

Jumlah like di sosial media ngga berarti jika situs tidak terpelihara, jadi jangan lupa untuk menjaga kelestarian situs; tidak membuang sampah di area situs, tidak mencoret-coret, tidak mengubah bentuk dan tidak mengambil benda apapun dari situs.

Oiya,  kalau kesini jangan pakai sendal ya, high heels juga istirahatkan dulu di rumah… Sepatu olahraga paling tepat deh, lebih nyaman dan menjaga dari resiko terpeleset..

Berapa? 

Kalkulasi total biaya kesini: Rp.  250.000 sudah termasuk transportasi, biaya nginap dan makan..

Waktu tempuh..  Hmm,  

Dari Jakarta ke Bogor dengan kereta, 2 jam

Ngetemnya abang angkot, 2 jam 😆

Dari pohon rindang tempat angkot ngetem sampe ke loket Situs,  4.5 jam.. 

Memang,  kalau kami naik kereta Pangrango, kami pasti akan lebih cepat sampai ke situs… tapi jelas,  kami ngga punya cerita angkot yang tadi itu..