Ada satu kebiasaan sederhana yang begitu lekat dalam keseharian masyarakat Indonesia: makan siang. Bagi sebagian orang, ia hanyalah jeda sejenak di antara tumpukan pekerjaan. Namun bagi banyak lainnya, makan siang adalah ritual budaya, merekam identitas, memori masa kecil, kehangatan keluarga, kebersamaan, bahkan perasaan “pulang”.
Energi itulah yang saya rasakan ketika memutuskan ikut menulis buku Tradisi Makan Siang Indonesia: Khazanah Ragam dan Penyajiannya. Sebuah karya yang lahir dari kompetisi menulis yang digagas oleh Omar Niode Foundation melalui tangan dingin Ibu Amanda Katili Niode, bersama dengan Yayasan Nusa Gastronomi Indonesia.
Buku ini menghimpun 40 tulisan dari 17 provinsi di 8 pulau, menghadirkan lanskap kuliner Nusantara dalam rupa yang begitu kaya: resep turun-temurun, teknik memasak, pilihan wadah penyajian, hingga cara menyantap makanan yang menyimpan filosofi. Setiap tulisan membawa pengalaman personal, menjadikan buku ini bukan sekadar antologi, melainkan jejak hidup yang terdokumentasikan.
Baca Juga: Mengungkap Sambal Roa; Sambal Ikan Asap Pedas Gurih yang Menggugah Selera
Awal Mula: Sebuah Pesan dari WAG Food Blogger ID Community
Semua berawal dari satu pesan panjang yang masuk ke WAG Food Blogger ID Community, komunitas para penjelajah kuliner yang tinggal dan menetap di Indonesia. Isi pesannya cukup menantang dan langsung memikat perhatian.
Dari sana saya mengetahui bahwa Omar Niode Foundation bersama Yayasan Nusa Gastronomi Indonesia kembali mengadakan lomba menulis bertema:
“Tradisi Makan Siang Indonesia, Khazanah Ragam dan Penyajiannya.”
Sebagai food blogger, topik yang menggabungkan tradisi, kebudayaan, dan pelestarian kuliner adalah perpaduan yang sulit untuk dilewatkan.
Lebih jauh, gagasan bu Amanda tak hanya tentang tradisi, budaya dan usaha melestarikan kuliner khas Indonesia, tetapi dengan mengonsumsi makanan lokal, berarti ikut serta melestarikan lingkungan, dan menyejahterakan masyarakat.
Dengan mengosumsi makanan lokal, berarti akan mengurangi emisi bahan bakar yang diperlukan untuk mengantar bahan baku. Sementara menyejahterakan masyarakat berarti mendukung petani kecil, nelayan tradisional, dan produsen lokal sehingga akan menjaga keberlanjutan ekosistem pangan.
Kalimat ini membenarkan bahwa tradisi kuliner adalah identitas sekaligus upaya merawat bumi.
Baca Juga: Pala yang Melanglang Buana
Ketika Makan Siang Menjadi Ruang Cerita
Melalui buku “Tradisi Makan Siang Indonesia: Khazanah Ragam dan Penyajiannya”, 40 kisah dilanggengkan agar dapat menjadi pengingat makna makan siang sebagai ruang perjumpaan lintas generasi dan budaya.
Bagi saya pribadi, mengikuti kompetisi ini memberikan dua pengalaman berharga: membaca kisah orang lain, dan menuliskan cerita saya sendiri.
Tulisan saya lahir dari sebuah perjalanan dinas ke Tasikmalaya. Setelah hampir sembilan tahun tidak bertemu, seorang teman lama mengajak saya makan siang di restoran Sunda bernuansa jadul, lengkap dengan saung menghadap hamparan sawah.
Dari piring-piring jadul berisi pepes, tumis, hingga kopi tubruk yang diseduh di atas tungku tanah liat, saya kembali belajar bahwa makanan tidak pernah berdiri sendiri, ia selalu membawa budaya, cerita, dan kebersamaan.
Tak hanya cerita, saya juga menuliskan resep dari salah satu lauk yang disajikan di restoran sunda tersebut. Begitu pula 39 tulisan yang lain, kisah makan siang dilengkapi dengan resepnya.
Baca Juga: Saung Kopi Hawwu, Makan Ceban Nambah Sepuasnya di Tasikmalaya
Raih Best Book in the World, dari Gourmand World Cookbook Awards 2025
Karya ini melesat lebih jauh dari sekadar antologi kuliner. Buku Tradisi Makan Siang Indonesia berhasil meraih penghargaan Best Book in the World untuk kategori publikasi makanan dan minuman dalam ajang Gourmand World Cookbook Awards 2025.
Penghargaan yang diumumkan pada Saudi Feast Food Festival di Riyadh tersebut menarik perhatian internasional berkat riset mendalam serta kekayaan budaya yang tersaji dalam setiap halamannya.

Bagi yang belum familiar, Gourmand adalah institusi yang berdiri sejak 1995 dan kini diikuti peserta dari lebih dari 200 negara. Lembaga ini dikenal sebagai satu-satunya penyelenggara kompetisi buku kuliner berskala global yang secara khusus memberi ruang bagi karya-karya yang menjaga, merayakan, dan melestarikan budaya makanan serta minuman dunia.
Edouard Cointreau, Chairman of The Award Committee, bahkan menuliskan pesan khusus kepada Ibu Amanda:
“You won the most important category, B02 for the Best Book of all in all categories… You can be very proud of this crowning achievement.”
Best wishes
Edouard
Secara rinci, ini pemenang BO2 Best of The Best – Books:
- Venezuela – Una Arepa Hecha Postal, Edicion Caracas, 47 visiones y 16 Sabores (Arraigo Group) ISBN 9788991524154.
- Australia – Winter Wild, Tasmania, Janice Sutton, revised and augmented second edition.
- France – Fermentations: Kéfir, compost et bactéries : pourquoi le moisi nous fascine, Anne-Sophie Moreau (Seuil).
- Indonesia – Lunch Traditions in Indonesia, Amanda Katili Niode, PhD, Translator Awi Chin (Omar Niode Foundation Diomedia).
- Tatarstan – Tatars Land, Food and Soul, Stalik Khankishiyev, Design Gregory Chernov, Editor Veronika Ryazanova, Translation T.E. Kazachenko.

Baca Juga: Makan Siang di Pavé Pastry & Bistro, Kokinya Datang dari Prancis!
Kisah Apa Saja yang Ada Dalam Buku Tradisi Makan Siang Indonesia: Khazanah Ragam dan Penyajiannya
- Simfoni Rasa dalam Sajian Makan Siang Pontianak (Agustinus Bertolomeus Eko Dony Prayudi)
- Sayur Asem, Tradisi Makan Siang ala Ibu Rumah Tangga (Alfida Husna)
- Sambal Pindang dan Bayam Buatan Ibu di Blitar (Alfa Anisa)
- Choi Pan Thjia, Penyambung Tradisi Silaturahmi Singkawang (Annie Nugraha)
- Garang Asem Ayam Kampung Sayur Lodeh dan Botok Kelapa Teri (Bayu Fitri Hutami)
- Tradisi Makan Siang Liwetan Menyambut Tahun Baru (Bayu Fitri Hutami)
- Ngidang, Simfoni Rasa dan Kebersamaan dalam Tradisi Kuliner Palembang (Deddy Huang)
- Soto Banjar, Tradisi Makan Siang Keluarga yang Tak Pernah Padam (Dian Retno Megawati)
- Tradisi Makan Siang bagi Ibu Rumah Tangga, Blogger dan Content Creator (Dita Triyuliasih Indrihapsari)
- Ketika Cinta dan Berkat Bertemu di Sebuah Kotak (Dorothy Manalu)
- Akulturasi Menu Makan Siang, Berjuta Rasanya! (Maria Goreti Sri Candrati)
- Nasi Tumpeng, Simbol Keakraban dan Syukur (Dwi Citra Yuliana Pandiangan)
- Sego Jagung Mah Sartinah, Kuliner Klasik yang Otentik (Dwi Septianingsih)
- Sego Buwuhan, Kuliner Khas Bojonegoro (Dyah Kusumastuti Utari)
- Papeda, Makanan Tradisional Favorit Kami (Florence Niken Proboretno)
- Tradisi Makan Siang Indonesia (Henny Nursanty)
- Aku dan Mnahat Feu di Tengah Musim Panen (Jetriyanus Nino)
- Menikmati Segarnya Masakan Khas Melayu Pesisir Riau (Kunni Masrohanti)
- Saat Musim Tandur di Cikaso Sukabumi (Latipah Rahman)
- Nikmatnya Makan Siang dengan Ikan Kembung Goreng Sambal Ijo (Lina Marlina)
- Nasi Kuning Masak Habang dan Soto Banjar, Kalimantan Selatan (Maria Tanjung Sari)
- Kaldu Kokot, Sambel Tumpang dan Selat Solo (Marita Setyaningsih)
- Tradisi Makan Siang dengan Seruit Lampung (Muhammad Erfan)
- Ikatan Kebersamaan dalam Tradisi Makan Balanjuang di Minang (Novarty Eka Putriana)
- Wisata Kuliner Suryakencana Bogor (Nurul Sufitri)
- Menikmati Lezatnya Keong Daun Singkil di Hamparan Sawah (Resa Karunia Roosmana Setia)
- Uniknya Hubungan Roti Lapis Belanda Dengan Tradisi Botram (Reza Fahlepi)
- Ngaliwet di Saung Kebun Pepaya (Riana Wulandari)
- Makan Siang Bersama dalam Tradisi Masyarakat Sunda (Rina Susanti)
- Pijok-Pijok: Tradisi Kebersamaan dan Kehangatan Saat Makan Siang (Rosdiana)
- Semua Cerita Bertemu di Meja Makan (Sri Anggoro Widiyanti)
- Tradisi Berharga, Makan Siang Bareng Keluarga (Suciati Cristina)
- Sensasi Ngidang di Lampung dan Sumatera Selatan (Temmy Arthapuri)
- Makan Siang Bersama Teman Lama di Tasikmalaya (Utami Isharyani Putri)
- Pallumara Suapan Ibu (Winarni KS)
- Kembul Bujana Yang Sarat Makna Kebersamaan (Yeni Endah)
- Rujak Cingur, Keberagaman Yang Ciptakan Kebersamaan (Yuniari Nukti)
- Cinta dalam Semangkuk Pindang Patin Palembang (Yunita Srie Wijaya)
- Penyetan Protein Arek Suroboyo (Zada Agna Talitha)
- Mo Mulayadu – Tradisi Menghambur Benih (Zahra Khan)
Bagi saya, buku ini bukan hanya catatan kuliner. Ia adalah jejak baru dalam perjalanan literasi yang saya mulai sejak usia sembilan tahun. Dari menulis cerpen anak, menjadi blogger, lirikus, dan jurnalis.
Melalui buku ini, saya belajar bahwa menuliskan makanan berarti menuliskan kehidupan. Bahwa makan siang, sesederhana apa pun bentuknya, selalu punya cerita.
Dan melalui cerita-cerita itulah, kita merayakan Indonesia.***
Tradisi Makan Siang Indonesia: Khazanah Ragam dan Penyajiannya
Editor: Amanda Katili Niode. Ph.D.
Translator: Awi Chin.
Perancang Sampul: Ghofar I. Amar.
Penata Letak/Ilustrasi Isi: goodteadesign.
Ukuran Buku: 20×23 cm.
Halaman: 482 halaman.
ISBN: 978-634-7208-12-5.
Penerbit: CV. Diomedia.
Cetakan Pertama: Agustus 2025.
Seneng dan bangga diberikan kesempatan untuk bergabung di buku ini. Lembar demi lembar saya lamati, pahami, dan resapi. Menyadari bahwa negeri kita tercinta ini menyimpan banyak cerita berharga tentang kuliner nusantara dan tradisi yang terbangun di antaranya. So very proud to be part of it!!
Semoga di tahun-tahun depan, akan lahir buku-buku sarat ilmu pengetahuan seperti ini. Setidaknya kita telah meninggalkan legacy yang bisa dibaca oleh banyak generasi penerus. Dan bahwa masing-masing dari kita memiliki tanggung jawab besar untuk melestarikannya.
SukaSuka