Terakhir kali saya ke Bandung menggunakan kereta sekitar tahun 2002, kereta eksekutif yang masih sering terkena lemparan kerikil oleh anak-anak kecil saat keluar dari terowongan.
Idul Adha tahun ini, saya bersama teman saya, Mbak Tenri memutuskan menggunakan kembali menggunakan jasa kereta api demi ketepatan waktu dan untuk membuktikan sendiri rasanya gerbong premium yang digadang-gadang sebagai ekonomi rasa eksekutif itu.
Kalau dilihat dari tiketnya sih, memang sudah jauh berbeda dari tiket jaman dulu yang berbahan karton ukuran 3x5cm atau versi kerennya berupa print dot matriks di atas kertas ukuran 1/2 A5.

Prosedur mendapatkannya sama seperti pemesanan tiket pesawat. Begitu pesan tiket kereta melalui pemesanan tiket online, kami harus print bukti pemesanannya, kemudian menukarkan bukti tersebut dengan boarding pass di depan pintu masuk peron.
Saat itu kereta sudah langsir di jalur 5 dan akan berangkat sekitar 10 menit lagi. Karena jalur pedestrian dan jalur kereta masih beririsan, kami harus melewati satu kereta yang sedang langsir di jalur 3. Awalnya agak bingung karena kereta yang langsir tersebut tertutup semua pintunya, tapi begitu saya melihat seragam kotak-kotak khas petugas kebersihan yang ada didalam kereta, saya langsung mengetuk kaca jendela dan menunjukkan tiket saya.
Petugas kebersihan itu pun lekas membuka pintu untuk kami dan mempersilahkan kami menuju kereta kami di jalur 5 dengan memotong jalan melalui bagian dalam kereta yang langsir di jalur 3 tersebut.
Berhubung riskan ketinggalan, kami asal masuk saja ke dalam kereta yang ada di jalur 5, baru kemudian mencari “habitat” kami di gerbong 6.
Dan ya betul, kalau jaman dulu, gerbong ekonomi itu tidak ber AC, dan penuh asap rokok.. sekarang, seluruh penumpang dilarang merokok di sudut manapun dari kereta, begitu ketahuan langsung diturunkan di stasiun terdekat…

Beginilah penampilan bagian dalam gerbong, rak-rak besi diatas kepala berganti rak putih dengan bahan semacam PVC yang dilengkapi dengan lampu baca. Lampu utamanya memanjang di sepanjang gerbong persis diatas garis glow in the dark yang ada di bagian lantai gerbong.
Kursi
Lokasi menentukan prestasi, ingat jargon itu? Kalo ya, berarti anda syudah tua.. Hahhaha..
Tidak apa-apa dong, semakin tua semakin menjadi (prestasinya)..
Omong-omong tentang tempat duduk, berhubung kursi gerbong premium ini tidak dapat diatur seperti di gerbong eksekutif, ada kemungkinan penumpang duduk membelakangi arah tujuan, beresiko mual buat yang gampang mabuk darat.
Nah, untuk mengakalinya, harus tahu kursi mana saja yang menghadap ke arah tujuan.. Kalau mengarah ke Bandung, kursi yang menghadap arah tujuan (Bandung) adalah kursi nomor 10 sampai 18, sementara kalau menuju arah Jakarta, kursi yang menghadap arah tujuan adalah kursi nomor 1 sampai 9.
Tapi ada beberapa kursi yang paling ideal menurut saya, yaitu kursi baris no 10 dan 13 jika menuju Bandung, dan kursi baris no 3, 6, dan 9 jika menuju arah Jakarta.
Kenapa? Karena jendela sepenuhnya milik sendiri sementara di kursi lain memiliki jendela yang “berbagi” dengan penumpang di baris yang berbeda.

Jika mengarah ke Jakarta di jam siang menuju sore seperti saya dan Mbak Tenri, di beberapa kelokan, matahari mengarah ke jendela kami di kursi 4D, kalau tidak mau menggelapkan kulit sih, lebih baik pilih kursi bagian A dan B.
Dilihat dari segi penyajian panorama, kurang lebih sama, sama-sama memiliki dapat melihat indahnya sawah terasering, namun sisi tol Cipularang hanya dapat dilihat jika duduk di kursi C dan D.
Baca Juga: Kereta Odong-Odong; Sang Legenda yang Beralih Gaya

Fasilitas Premium
Selain design yang mewah, fasilitas juga lengkap.. Mulai dari dua power outlet, lampu baca, sandaran kursi yang dapat disesuaikan, armrest yang dapat di lipat, tv, dan bagi para penumpang yang membawa koper besar, dapat menaruh kopernya di belakang kursi nomor 18, karena dibelakang kursi tersebut terdapat rak khusus koper besar.

Terdapat 4 buah TV pada setiap gerbong dengan tayangan yang kekinian, seperti DIY dari youtube. Dulu, TV hanya ada di gerbong eksekutif, menayangkan lagu karaoke dangdut berbahasa daerah yang seringkali kresek-kresek, bahkan didominasi “semut” karena tidak memperoleh signal… 😁

Oiya, disetiap gerbong terdapat toilet… Toilet yang saya coba ternyata toilet khusus difable. Cukup berbeda dengan toilet non-difabel, toilet difabel ini memiliki daun pintu lipat, toilet duduk dan ciri khas toilet difabel: pegangan besi disamping toilet.
Penggunaan toilet tidak ada yang berbeda seperti toilet duduk di Indonesia pada umumnya, yakni toilet flush, tissue roll dan selang air serta wastafel kecil yang dilengkapi dengan tempat sampah dibawahnya.
Perbedaan yang harus diperhatikan adalah bagaimana cara mengunci toilet agar tidak terbuka saat digunakan.

Slot kunci ada 2 buah, untuk mengunci ke samping dan untuk mengunci lipatan pintu. Toilet ini ukurannya cukup besar dan terawat kebersihannya jika dibandingkan dengan toilet kereta jaman dulu.
Kalau Tidak Jadi Berangkat, Bagaimana?
Perubahan perkeretaapian ini lepas dari perubahan sistem yang masif diterapkan di perkeretaapian indonesia, sebagai tindak lanjut sistem yang diterapkan pada commuterline Jabodetabek. Warga millenials tidak akan lagi kesulitan untuk melakukan order. Bisa pesan online atau beli di stasiun, dan print boarding pass di stasiun.

Hanya saja, untuk pembatalan atau perubahan jadwal belum bisa via online, harus datang sendiri. Pembatalan atau perubahan jadwal paling lambat satu jam sebelum jadwal keberangkatan, kurang dari satu jam, tiket hangus.
Ada formulir yang harus diisi sebelum pengajuan pembatalan atau perubahan jadwal, formulir yang bisa diambil di customer service ini harus diisi lengkap untuk kemudian diserahkan di loket khusus perubahan jadwal dan pembatalan dengan menunjukkan Kartu Identitas.
Untuk perubahan jadwal, ada tambahan biaya yang harus dibayar tunai senilai 25% dari nilai tiket baru. Dan untuk pembatalan, hanya dapat dikembalikan 75% dari harga tiket yang akan di transfer ke nomor rekening yang dicantumkan di dalam formulir dalam waktu satu bulan dari tanggal pembatalan.
Untuk perjalanan ini, saya mengalami dua hal tersebut, mengubah jadwal sekaligus membatalkan tiket salah seorang teman yang batal ikut. Prosesnya hanya 15 menit.
Membandingkan dengan sistem perkeretaapian jaman dulu, jelas kami senang dengan perubahan yang ada.
3,5 jam Bandung – Jakarta naik premium, ayo banget..
Satu pemikiran pada “Parahyangan Premium; Kereta Ekonomi Rasa Eksekutif”