
Selalu ada kerinduan tersendiri terhadap Yogjakarta. Auranya begitu berbeda sehingga membuat hati ingin kembali lagi dan lagi.
Saya memutuskan untuk berangkat sendiri ke kota itu, menginap di salah satu hotel dekat dengan keraton Yogjakarta.
Dikepala sudah ada itinerary jelas, mau kemana saja – jam berapa – naik apa.
Tapi ya namanya rencana, ngga selalu sesuai dengan kenyataannya.
Hari itu, setelah puas keliling keraton Jogjakarta dan keliling kampung abdi dalem, saya berjalan kaki menuju hotel yang cuma satu kilometer dari keraton. Ditengah perjalanan, dalam waktu beberapa detik, mendung, angin dingin dan petir datang dan hujan turun sangat deras… dengan terburu-buru saya memutuskan berteduh di bangunan terdekat.
Ternyata saya tidak berteduh di sebuah rumah, melainkan Museum Kareta Karaton.
Jujur, museum ini terlewat dalam imaji itinerary saya, entah bagaimana bisa terlewat, namun ini adalah kebetulan yang bagus…
Para kereta berjajar rapih dan terawat baik dalam museum, bahkan ada yang masih digunakan dalam upacara-upacara adat Keraton.
Kereta ditata menyerupai huruf “O” dan ditengah huruf “O” itu terdapat satu ruangan berisi kereta-kereta utama.
Saat memasuki suatu ruangan, saya terhenyak, terpaku pada satu kereta cantik berwarna putih gading yang muncul dalam mimpi saya beberapa minggu sebelumnya.

Kereta Kyai Djetayu ternyata namanya. Sambil sedikit menahan nafas saya mencermati Sang Kyai berwarna Putih Gading, sembari mengingat detil mimpi yang pernah kunjung hingga mimpi itu kembali berputar di kepala saya layaknya sebuah film, saya ingat bagaimana keriuhan masyarakat saat itu, detail motif pada roda Sang Kyai, bagaimana kaki kanan saya menapaki pijakan kereta, dan pria berpakaian tradisional jawa yang berada dibelakang saya.
Rasa berkecamuk selagi mata menelusuri ukiran indahnya, berbagai tanya hilang timbul didalam benak saya. De Ja Vu orang bilang. Tapi mimpi itu nyata rasanya.
