Cirebon, kota pesisir di Jawa Barat, dikenal sebagai perpaduan budaya dan sejarah yang kaya. Saat Ramadhan tiba, suasana di kota ini semakin terasa istimewa dengan tradisi dan nuansa religius yang kental. Nah, kalau kamu sedang traveling atau sekadar ingin ngabuburit sambil eksplorasi, Cirebon punya banyak destinasi menarik yang bisa dikunjungi sebelum berbuka. Berikut beberapa rekomendasi tempat ngabuburit seru yang bisa kamu masukkan ke dalam itinerary!

1. Keraton Kasepuhan

Dibangun pada abad ke-15, Keraton Kasepuhan adalah salah satu destinasi wajib kalau kamu ingin melihat sejarah Kesultanan Cirebon secara langsung. Arsitekturnya unik, memadukan budaya Sunda, Jawa, Islam, dan Tionghoa.

Keraton Kasepuhan dulunya bernama Keraton Pakungwati dan didirikan oleh Pangeran Mas Zainul Arifin, cicit dari Syeikh Syarif Hidayatullah atau yang dikenal dengan nama Sunan Gunung Jati.

Sebagai salah satu keraton tertua di Indonesia, bangunan yang dibangun pada tahun 1529 ini menjadi saksi perjalanan sejarah panjang Cirebon, termasuk berbagai peristiwa penting dalam perkembangan Kesultanan Cirebon. Hingga kini, kompleks Keraton Kasepuhan masih mempertahankan berbagai elemen tradisional, yang juga menjadi daya tarik utamanya.

Sesampainya di Keraton, pengunjung langsung melihat dua gerbang utama, yaitu Kreteg Pangrawit di sebelah utara dan Lawang Sanga di bagian selatan. Selain itu, banyak ukiran indah menghiasi dinding dan pintu keraton, menambah kesan megah dan artistik.

Lebih masuk ke dalam, di Keraton Kasepuhan terdapat satu area yang dianggap lebih sakral karena ada tempat pertemuan para wali yaitu Paseban Dalem Agung Pakungwati, tempat belajar para santri (area ini hanya dapat dimasuki pria) serta sumur yang menurut legenda memiliki banyak karomahnya.

Paseban Dalem Agung Pakungwati,
Paseban Dalem Agung Pakungwati, bangunan yang menjadi tempat musyawarah para wali.

Tak hanya itu, di dalam kompleks keraton terdapat museum bernama Museum Pusaka Keraton Kasepuhan Cirebon yang diresmikan oleh Presiden Joko Widodo pada 18 September 2017. Museum ini menyimpan berbagai benda bersejarah, seperti Kereta Singa Barong yang dibuat pada abad ke-15, juga ada keris, wayang, serta dokumen kerajaan yang menjadi bukti perkembangan keraton termasuk perkembangan agama Islam di Cirebon. 

Singa Barong Cirebon ini dibuat tahun 1549 M, arsitekturnya dibuat oleh Panembahan Losari dan juru ukirnya Ki Nata Guna.
Singa Barong ini dibuat tahun 1549 M, arsitekturnya dibuat oleh Panembahan Losari dan juru ukirnya Ki Nata Guna.

Baca juga: Pelebon; march to lead the way to Heaven

2. Masjid Agung Sang Cipta Rasa

Masjid ini dibangun oleh Sunan Gunung Jati dan memiliki arsitektur khas yang menggabungkan unsur Jawa, Arab, dan Tionghoa. Saat Ramadhan, masjid ini jadi pusat kegiatan keagamaan seperti tarawih dan tadarus. Tradisi unik Azan Pitu (azan dengan tujuh muadzin) yang dikumandangkan saat waktu Shalat Jumat  juga bisa kamu saksikan di sini.

Konon, adzan tujuh muadzin ini dikumandangkan berdasarkan perintah Sunan Gunung Jati. Adzan pitu kini menjadi tradisi yang tak terpisahkan dari Masjid Agung Sang Cipta Rasa.

Oiya, di foto ini saya pose di salah satu pintu masjid, di atas pintu masjid tertulis

َ خُذُوا۟ زِينَتَكُمْ عِندَ كُلِّ مَسْجِدٍ

“Pakailah pakaianmu yang bagus setiap kali memasuki masjid”

Lokasi Masjid Agung Sang Cipta Rasa berhadapan dengan Alun-alun Kasepuhan, selepas dari masjid kamu bisa mencari makanan untuk berbuka di sana.

Baca juga: Ruwahan, Tradisi Jawa dalam Menyambut Ramadhan

3. Keraton Kanoman

Keraton Kanoman juga merupakan bagian dari sejarah Kesultanan Cirebon yang masih aktif hingga kini. Berbeda dengan Keraton Kasepuhan, lokasi keraton ini berdekatan dengan pasar tradisional, jadi kamu bisa sekalian hunting takjil khas Cirebon seperti docang atau empal gentong setelah ngabuburit.

Pada Pintu Jinem Keraton Kanoman pendiriannya tercatat melalui simbol-simbol yang menunjukkan angka tahun 1510 Saka atau sekira 1588 Masehi. Ketika saat itu, Keraton Kanoman masih menjadi bagian dari Kesultanan Cirebon sebelum memutuskan untuk berdiri sendiri pada 1678.

Keraton yang dibangun di atas lahan seluas sekitar 175.500 meter persegi ini lokasinya berdekatan dengan Keraton Kasepuhan. Posisi keraton ini menghadap ke utara berhadapan dengan alun-alun dan pasar, sementara di bagian barat laut Masjid Keraton Kanoman, dan di bagian selatan dan timur berbatasan dengan Sekolah Taman Siswa dan pemukiman warga.

Baca juga: 7 Jam Perjalanan untuk Bermalam di Desa Suku Kanekes

4. Keraton Kacirebonan

Dibangun oleh  Pangeran Muhammad Haerudin, putra mahkota Keraton Kanoman pada 18 Maret 1808, keraton ini memiliki struktur arsitektur yang tak kalah khas dengan bangunan keraton lainnya. 

Saat masuk, pengunjung akan mendapati gapura dan alun-alun di pintu masuk, kemudian ada dengan gerbang Kahagung yang dihiasi ukiran kayu. Pada sisi kiri dan kanan gerbang terdapat dua Paseban, yaitu tempat penerimaan tamu sebelum audiensi dengan sultan.

Ruang tamu di Kesultanan Kacirebonan

Keraton ini lebih kecil dibandingkan keraton lainnya, tetapi tetap memiliki nilai sejarah yang tinggi. Di dalamnya ada museum kecil yang menyimpan koleksi seperti naskah kuno, gamelan, hingga pakaian kebesaran. Suasana di sini lebih tenang, cocok buat kamu yang ingin ngabuburit sambil menikmati arsitektur klasik.

Pada keraton ini terdapat  museum yang menyimpan koleksi bersejarah antara lain naskah kuno, gamelan, wayang, baju kebesaran, senjata, batik, dan beragam perabotan yang dipakai di masa lampau. Museum ini terletak di dalam bangsal Prabayaksa.

Di sebelah barat Keraton Kacirebonan, terdapat musala Tirta Sumirat yang bangunan awal keraton yang terletak di luar tembok kompleks. Uniknya, depan mushola terdapat pohon tanjung yang masih berdiri kokoh sejak ditanam pada 1797.

Oh ya, saya tanya, kenapa Kesultanan Kacirebonan dilambangkan dengan tiga ikan, dan ternyata filosofinya ngga main-main…

Ikan atau iwak adalah singkatan dari ikhlas ing awak, manusia hendaknya memiliki keikhlasan atas ketetapan Allah. Kemudian, ikan di lautan, meski ia hidup di dalam air yang asin, tubuhnya tidak ikut asin. Jika dunia diibaratkan lautan, hendaknya manusia tidak ikut “asin” seperti asinnya lautan (dunia).

Saya sedang menggali mengenai ini, insya Allah nanti ada tulisan tersendiri, doain ya…

Baca juga: Museum Kareta Karaton; Tempat Beristirahatnya Kendaraan Para Raja Yogyakarta

5. Gua Sunyaragi

Gua Sunyaragi dibangun pada abad ke-17 oleh salah satu cicit Sunan Gunung Jati yang bernama Pangeran Kararangen. 

Tempat ini dibangun untuk digunakan untuk meditasi dan pelatihan ilmu kanuragan oleh para sultan dan prajurit Kesultanan Cirebon dan untuk persiapan strategi perang juga dipakai menjadi pesanggrahan bagi para sultan dan petinggi kerajaan.

Gua Sunyaragi, Cirebon
Gua Sunyaragi, Cirebon

Dalam perjalanannya, Gua yang berlokasi di Jalan Sunyaragi itu mengalami serangan VOC hingga hancur. Namun akhirnya dibangun kembali oleh Pangeran Adiwijaya pada 1852.

Pada tahun 1937, pemerintah kolonial Belanda membantu menjaga kelestarian situs bersejarah ini dengan melakukan pemugaran.

Keunikan Gua Sunyaragi terletak pada formasi batu-batu karang yang tampak eksotis serta lorong-lorong yang saling terhubung. Untuk menarik wisatawan, di sekitar Gua Sunyaragi dibuat wahana rekreasi seperti Balon Terbang, Sepeda Terbang, Panahan, Flying Fox, dan Ayunan Terbang. 

6. Masjid Merah Cirebon

Selain menjadi tempat ibadah, masjid ini juga menarik minat wisatawan yang ingin melihat keunikan arsitektur dan merasakan jejak sejarah Islam di Cirebon. Jika kamu sedang berkeliling Cirebon, mampir ke Masjid Merah bisa menjadi pengalaman ngabuburit yang menarik sebelum berbuka puasa.

Masjid Merah Cirebon di kawasan Panjunan adalah salah satu destinasi bersejarah yang unik dengan arsitektur khas berbahan bata merah tanpa semen. Dibangun sejak abad ke-16, masjid ini mencerminkan perpaduan budaya Islam, Jawa, dan Tionghoa. 

Masjid Merah Cirebon memiliki desain khas yang mencerminkan perpaduan budaya Islam, Jawa, dan Tiongkok. Tidak seperti masjid pada umumnya yang memiliki kubah, Masjid Merah lebih mirip dengan bentuk joglo, rumah adat Jawa. Atapnya bertingkat dengan susunan genting khas yang menyerupai bangunan keraton atau pura di Bali.

Bagian dalam masjid cukup sederhana, dengan pilar-pilar kayu penyangga dan mihrab yang juga berbahan bata merah. Meskipun kecil, masjid ini tetap mempertahankan nuansa klasik yang membuatnya terlihat eksotis dan bersejarah. Suasana klasiknya membuat tempat ini menarik bagi traveler yang ingin merasakan nuansa Cirebon tempo dulu.

Masjid ini diyakini sebagai salah satu masjid yang dibangun oleh para wali dalam rangka menyebarkan Islam di pesisir utara Jawa. Lokasinya yang berada di daerah Panjunan, salah satu kawasan tertua di Cirebon, menandakan peran strategisnya dalam dakwah Islam.

Panjunan sendiri dikenal sebagai kampung yang dihuni oleh keturunan Arab dan Gujarat yang turut berkontribusi dalam penyebaran agama Islam di wilayah tersebut. Oleh karena itu, Masjid Merah juga menjadi saksi bisu bagaimana Islam berkembang di Cirebon melalui jalur perdagangan dan interaksi budaya.

Di dalam masjid ini ada sebuah ruangan yang konon digunakan untuk syura para wali pasa masanya. Sayangnya saat saya dan teman-teman Komunitas Jayatara ke sini, kuncen masjid sedang pergi sehingga ngga bisa masuk ke ruangan ini dan hanya bisa mengintip dari celah dinding…

Saat Ramadhan, Masjid Merah Cirebon tetap menjadi salah satu tempat favorit warga untuk beribadah, baik shalat tarawih maupun i’tikaf. Suasananya yang tenang dan tradisional membuatnya cocok bagi wisatawan yang ingin merasakan spiritualitas dalam balutan sejarah.

Cirebon bukan hanya kota transit, tetapi juga destinasi yang kaya akan sejarah, budaya, dan tradisi yang semakin hidup di bulan Ramadhan. Dari keraton yang megah, masjid bersejarah, hingga gua yang penuh legenda, ada banyak tempat menarik untuk ngabuburit sambil menikmati pesona kota ini. 

Jadi, kalau kamu sedang dalam perjalanan atau sekadar ingin eksplorasi, jangan lewatkan kesempatan untuk merasakan atmosfer khas Cirebon saat senja menjelang berbuka. Dengan ragam pengalaman yang ditawarkan, ngabuburit di Cirebon bisa jadi momen yang tak hanya seru, tapi juga penuh makna! (*)