Sedikit berbeda pada cerita kali ini. Saya nggak cerita mengenai traveling saya ke suatu tempat seperti biasanya, tetapi kali ini mengenai perjalanan saya yang lain.
Setahun terakhir adalah tahun yang ajaib untuk saya karena Dia Yang Maha Baik memberikan saya banyak kesempatan untuk menelusuri kemampuan yang Dia sematkan pada diri saya.
Termasuk dalam hal lagu.
Lupa persisnya kapan, tiba-tiba salah satu sahabat menyodorkan sebuah lirik yang belum jadi karena merasa ada yang nggak greget pada lirik itu.
Saat membaca lirik setengah jadi itu, saya langsung terbayang Rumi dengan puisi-puisi cintanya. Whirling Dervishes, tarian berputar para sufi hingga jadilah liriknya seperti ini.
===
Pandang-pandanglah aku lebih lama
Atau Engkau biarkan saja
Aku larut dalam rindu bahasa
Andai Kau tak datang malam ini
Biarkan aku mati sekali lagi
Duduk-duduklah Engkau bersamaku
Mari ‘ku hidangkan kegemaran-Mu
Ini saja ketakberdayaanku
Andai Kau tak datang malam ini
Biarkan aku musnah sekali lagi
Bergumamlah padaku
Yang Kau suka, aku ikut saja
Menarilah denganku
Irama-Mu buat aku tak jemu
Andai Kau tak datang malam ini
Biarkan aku
Biarkan aku
Biarkan aku lebur berkali-kali
Andai Kau tak datang malam ini
Biarkan aku mati sekali lagi
===
Sekilas awam pasti mikir “Mati sekali lagi, gimana tuh maksudnya?”
Wait, eik jelasin dari awal, ini lagu romantis! beneran.
Seperti puisi cinta Rumi, lagu ini adalah lagu cinta untuk Dia Yang Maha Cinta. Dia turun ke langit dunia di sepertiga malam terakhir, dan disitulah waktu mustajab bagi seorang hamba untuk mendekat pada-Nya dengan shalat malam dan berdzikir. Allah berfirman, “Aku adalah teman duduk orang yang berdzikir* kepada-Ku.”.
Munajat (do’a) yang dilantunkan si hamba pada sepertiga malam terakhir itu hakikatnya adalah untuk menghadirkan Allah pada hatinya, pada kehidupannya. Dan hanya munajat yang murni karena Allah-lah yang akan menghidupkan hati si hamba. Kalau ada hal lain, bhay!.
Celakanya kebanyakan dari munajat bukan murni karena Dia. Ya kalau begitu boro-boro duduk bareng, disamperin aja nggak.
So how?
Ya matiin dulu keinginan yang membuat keruh munajat, sampai betul-betul jernih. Seperti air yang harus disaring berkali-kali hingga ia layak untuk diminum.
Mematikan keinginan yang membuat keruh munajat bukan hal yang sekejap mata, butuh berkali-kali “mati”, berkali-kali “lebur”.
Hingga pada akhirnya Dia tidak hanya duduk bersama si hamba, tapi juga menari bersama si hamba, dengan irama-Nya yang indah.
Ini adalah lagu rayuan untuk Tuhan.
Penasaran? yuk meluncur ke videonya.
Mau mendengarkan tulisan ini? meluncur ke spotify Panji Sakti di sini
====
Catatan:
* Dzikir = Dalam bahasa agama Islam dzikir sering didefinisikan dengan menyebut atau mengingat Allah dengan lisan melalui kalimat-kalimat thayyibah (kalimat-kalimat yang baik)
Credit:
Lyric : Panji Sakti & Utami Isharyani
Music: Adriana Betoth
Song: Panji Sakti
====
Follow:
Panji Sakti’s IG @panji_sakti YouTube @panjishakti
Utami Isharyani’s IG & YouTube @utamiisharyani
Adriana Betoth’s IG @adrianabetoth
Masya Alloh…
Romantis, Mbak…
“Mari ‘ku hidangkan kegemaran-Mu”
SukaSuka
Lagu rayuan untuk-Nya. ♥️
SukaSuka