Berawal dari kecintaannya terhadap fashion, Alfira Oktaviani menjajal kain lantung untuk dijadikannya media berkreasi melalui teknik ecoprint. Ia membuat kreasi ecoprint pada kain lantung ini untuk dua hal: melestarikan karya budaya Indonesia sekaligus berperan aktif dalam membuat produk fashion yang ramah lingkungan.
Kain lantung berasal dari kulit kayu pohon terap (artocarpus elasticus) yang berasal dari famili Moraceae. Pohon ini merupakan pohon hutan hujan Asia Tenggara, yang dapat tumbuh hingga 45 meter.
Sejarah kain lantung
Tak ada hal yang sia-sia yang Allah ciptakan, itulah kalimat yang tepat untuk menggambarkan kain lantung.
Bermula dari kesulitan ekonomi di masa penjajahan Jepang hingga rakyat Bengkulu tidak memiliki kemampuan untuk membeli kebutuhan sandang, inovasi menggunakan kulit kayu untuk menjadi bahan pakaian, selimut, kain basahan (untuk mandi) dan sarung pun muncul.
Tekanan kesulitan ekonomi membuat masyarakat Bengkulu berinovasi dengan menggunakan sumber daya yang ada di sekitarnya, dan pohon terap merupakan pohon endemik Bengkulu yang sangat mudah ditemukan.
Di Indonesia, tak jarang sesuatu dinamai seperti bunyinya, seperti kain lantung, yang dinamai sesuai bunyi saat proses pembuatannya yaitu saat dipukul-pukul dengan kayu perikai dan berbunyi “tung-tung-tung”.

Kayu perikai adalah sebutan untuk sebuah kayu yang digunakan untuk memukul-mukul kulit kayu hingga lebar, tipis, lembut dan rata kemudian setelah berbentuk lembaran, kulit kayu tersebut dikeringkan dengan cara di angin-anginkan di tempat yang teduh, sambil sesekali dibersihkan dengan menggunakan sapu lidi.
Kain lantung yang dulunya menjadi jalan keluar bagi masyarakat untuk mendapatkan pakaian, kini menjadi karya budaya yang patut dilestarikan. Dan pada tahun 2015, kain lantung menjadi satu dari 121 karya budaya tak benda yang ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB).
Hal ini ditetapkan melalui Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia no 186/M/2015 yang ditandatangani oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia ke-27, Anies Baswedan.
Apa itu ecoprinting
Berasal dari kata “eco” dan “print”, yang secara harfiah berarti teknik mencetak, mewarnai dan membuat produk dengan menggunakan bahan-bahan alami seperti tanaman, daun, dan bunga.
Teknik ini digemari seiring dengan kesadaran yang meningkat akan bahaya pewarna sintetis bagi lingkungan, serta meningkatnya keinginan pasar untuk memiliki produk yang unik, karena dengan teknik ecoprint maka akan tercipta satu pola dan palet warna unik yang hanya ada di satu produk. Dengan teknik ecoprint maka tidak mungkin ada pola yang sama untuk dua produk atau lebih.
Lantung Bengkulu yang dikombinasi dengan teknik ecoprinting
Berawal dari oleh-oleh tas dari kulit lantung yang dibawa oleh sang ayah yang merupakan orang Bengkulu, Alfira Oktaviani memiliki ide untuk memberi nilai tambah pada tas polos tersebut dengan teknik ecoprint yang dipelajarinya.
Berbagai jenis dedaunan digunakan dalam teknik ecoprint untuk meninggalkan jejak cantik pada kulit kain lantung. Alfira menjelaskan bahwa proses ecoprint dengan menggunakan kulit lantung sebagai media ecoprint pada dasarnya sama dengan menggunakan media serat alami lainnya.
Langkah pertama yang dilakukan adalah mordanting, yaitu perendaman dengan tujuan membuka pori-pori kulit, kemudian dalam keadaan setengah basah kulit digelar pada alas datar. Pada kondisi setengah basah tersebut dedaunan disusun di atas kulit lantung, kemudian kulit tersebut digulung dan diikat kencang untuk selanjutnya dikukus selama dua jam.
Kelebihan teknik ecoprinting dalam produksi kain lantung Alfira Oktaviani
1. Ramah lingkungan
Sesuai dengan namanya “eco” dan “printing”, teknik ini mengedepankan lingkungan. Stigma negatif yang umumnya dihadapi banyak produsen (dalam hal ini fashion) tidak terjadi dalam ecoprinting karena salah satu hal yang disoroti oleh ecoprinting adalah penerapan bahan alami yang tidak merusak lingkungan.
Dalam hal ini, Alfira menggunakan kain dari kulit lantung sebagai bahan dasar serta dedaunan sebagai media pewarnaan sekaligus motif yang akan dihasilkan.
2. Motif unik yang tidak akan sama
Proses ecoprint yang dilakukan dengan tangan alias handmade serta penggunaan daun yang berbeda-beda pada setiap lembar kain lantung, membuat motif satu lembar kain lantung tidak sama dengan lembaran kain lantung lainnya, meskipun menggunakan jenis daun yang sama.
3. Ragam motif yang tak terbatas
Alfira Oktaviani melalui brandnya, Semilir menggunakan berbagai jenis daun dalam setiap produksinya. Hal ini membuat ragam motif menjadi tak terbatas karena setiap tumbuhan tercipta dengan bentuk daun yang berbeda-beda.
4. Nilai seni yang tinggi
Penggunaan teknik ecoprinting pada kain lantung oleh mompreneur ini membuat value atau nilai seni dari karya-karyanya menjadi tinggi, terutama dalam segi visual. Sebuah peluang serta kelebihan yang dengan jeli diambil oleh Alfira.
5. Nilai jual yang tinggi
Tentunya nilai seni tinggi tersebut memiliki dampak positif terhadap nilai jual. Apalagi ditambah dengan sisi kesadaran lingkungan yang diusung serta proses handmade yang dilakukan.
6. Melestarikan budaya
Melalui karyanya, Alfira tidak hanya membuat produk dengan nilai seni yang tinggi dan mengedepankan lingkungan, tetapi juga mempertahankan karya budaya Indonesia.
Ia mengatakan, “ Ini adalah persembahan dari kami, keindahan ecoprint merupakan wujud abdi kami untuk tetap melestarikan warisan budaya, mengusung lantung Bengkulu.”
Gagasan dapat muncul dari mana saja, dipadu dengan skill yang dimiliki, sebuah gagasan yang ditunaikan menjadi sebuah karya dapat menghasilkan sesuatu yang memiliki nilai, tidak hanya dari sisi ekonomi namun juga dari sisi seni, dan kesinambungan lingkungan (sustainable environtment).
Sebuah paket positif yang dimiliki oleh Alfira Oktaviani hingga ia berhasil menjadi penerima apresiasi SATU Indonesia Awards tahun 2022.
#SemangatUntukHariIniDanMasaDepanIndonesia #KitaSATUIndonesia
Baca juga:
Ditangan Nurman, Sepatu Kulit Ceker Ayam Mampu Tampil Eksotis dan Mewah
Variasi Produk Sorghum, Mulai Beras Hingga Garpu dan Sendok yang Dapat Dimakan


Baru tahu ada kain Lantung ini. Padahal ia jadi warisan budaya tak benda yang harus dilestarikan dan menjadi produk yang patut kita banggakan. Ecoprinting nya juga bagus ya. Selain estetik juga memiliki makna yang lebih dalam dan tentunya fungsional.
SukaSuka
Masyaallah!
Cantik sekali tas produk Semilir. Saya pingin Mbak. Suka dengan motif-motifnya yg limited edition pastinya.
Senang juga rasanya melihat ada anak muda Indonesia yg memiliki daya kreativitas tinggi seperti Alfira Oktaviani ini.
SukaSuka
Cara pembuatannya dan prosesnya yang panjang ini membuat kain Lantung Bengkulu ini cantik sekali. Dan ditambah lagi dengan motif ecoprint yang kesannya sederhana, namun cocok digunakan di segala suasana.
SukaSuka
Wuih keren. Ada ya yang begini. Ecoprinting. Hasilnya bagus, produknya ramah lingkungan. Kudu pada begini nih anak muda sekarang. Kreatif dengan produk yang inovatif. Valuenya gak hanya ke produk, tapi ke lingkungan juga. Salut!
SukaSuka
Hebat. Kreatif banget mbak Alfira ini. Bikin fashion ecoprinting dan hasilnya mewah. Bangga deh klo bnyk pionir² seperti ini yg turut memajukan ekonomi Indonesia dgn kreativitasnya
SukaSuka
Salut banget sama kak Alfira Oktaviani yang sangat inovatif, kreatif, cinta lingkungan serta cinta budaya. Kain lantung di padukan sama teknik ecoprint jadi makin ciamik banget. Motif nya cantik dan all out, memiliki nilai seni yang tinggi dan bakalan ningkatin perekonomian nih, karena harga jual nya pun oke banget. Keren deh, beneran salut dan takjub baca kisah nya.
SukaSuka
Halo mbakkk, aku penasaran aja nih, jadi kain lantung ini di olah dari pohon yg tebang atau pohon yg sedang tumbuh di ambil kulitnya utk dijadikan kain lantung, namun pohonnya tetap hidup kaya biasanya? Kan lumayan jg ya pohon tinggi kalo di tebang utk di buat kain, tumbuhnya lama
SukaSuka
Yang kayak begini tuh ya, mestinya di-viralin dan disebarluaskan ke sekolah-sekolah dan berbagai instansi pemerintahan. Kurang apa lagi coba, nilai seninya tinggi, ramah lingkungan pulak. Sejalan banget sama pemerintah sekarang yang lagi gencer-gencernya ngurangin polusi.
Semoga setelah Mbak Alfira Oktaviani, makin banyak lagi anak-anak muda yang mau terjun langsung melestarikan kain lantung yaa. Amiin
SukaSuka
temanku juga ada mba yang belajar ecoprint gitu..cantik yaa motifnya jadi beragam dan pasti nanti gak akan ada yang sama masing2 ada cirikhasnya sendiri..meskipun tampak mudah dari dedaunnya tapi ternyata prosesnya cukup panjang 🙂
SukaSuka
Alam memberikan produk terbaiknya yang patut dimanfaatkan sebaik mungkin dan dilestarikan.
Dengan penggunaan eco printing juga dapat mengajarkan bahwasanya penggunaan bahan alami bukanlah suatu bentuk ketertinggalan melainkan salah satu cara memanfaatkan alam dengan cara arif dan bijaksana
SukaSuka
Nah aku pernah dulu ikut semacam seminar/pelatihan sehari dan nyobain langsung gimana meproduksi beberapa cendera mata menggunakan teknik ecoprint. Dulu aku dan temen-temen dikasih kain gede dan kami diminta untuk memilih daun yang motifnya disuka.
Cuma baru dari tulisan ini aku kenal istilah “lantung” dan setelah googling ternyata kulit kayu ya. Dan itu pas udah jadi tas, cantiiiiiikkkkk banget. Kebayang kalau ada seleb nasional atau internasional bisa pakai produk ini sehingga jadi tren. Wah bisa melestarikan produk yang ramah lingkungan.
SukaSuka
Aku ngebayangin kulit kayu, dipukul2 sampai lemas seperti kain, itu aja udh ga kebayang capeknya 😅. Apalagi kalo size-nya besar kan. Orang zaman dulu terpikir aja utk menjadikan kulit kayu jadi kain ya mba.
Dan skr malah dihias dengan eco printing. Liat motif tas nya, aku sukaaaa 😍😍😍. Jadi pengen cari tas nya juga . LBH suka tas model begini, Krn tahu proses pembuatannya juga ga mudah
SukaSuka