Nama aslinya adalah Kusmayadi, namun ia sering dipanggil Asep. Ia bersama dengan kudanya, Aldo mencari penghasilan sebagai penarik delman dan sebagai perpustakaan delman yang ia sebut Kuda Pustaka. Di usianya yang tergolong masih muda, ia memiliki kepedulian akan antusiasme masyarakat akan aktivitas membaca, khususnya anak-anak. Menurutnya, rezeki itu bukan hanya uang untuk menyambung hidup, tetapi bisa lebih dari itu.

Sehari-harinya, Kusmayadi mencari penghasilan dari menarik delman di sekitar kota Rangkasbitung. Menjadi kusir delman adalah pekerjaan turun temurun dari ayahnya, seluruh anggota keluarganya bekerja sebagai kusir delman.

Sang ayah membeli kuda jenis sandel lokal ketika pensiun sebagai pegawai PT Pos. Selain Aldo, keluarga Kusmayadi memiliki lima kuda lainnya yang dikusiri oleh saudara-saudara Kusmayadi.

Dukungan keluarga dan tetangga menjadi semangat bagi Kusmayadi

Dari semua anggota keluarganya, hanya dirinya yang memiliki keinginan lain selain menjadi kusir delman, bahkan pada awalnya Kosim, sang ayah, tidak mengetahui aktivitas Asep dengan Kuda Pustakanya, “Ya itu, bawa-bawa itu aja, keranjang itu. Kata saya, ‘Buat apa ini?’, saya nggak tau dia punya ide ke situ. Asep itu punya ide sendiri. Saya senang, lihat anak saya ada kreatif begitu. Jadi anak-anak di kampung ini, yang nggak bisa baca (jadi) bisa baca, yang sudah pandai, tambah pandai. Itu kesenangan saya.” tutur Pak Kosim.

Keluarga dan tetangga turut mendukung kegiatan Kuda Pustaka yang dijalankan Kusmayadi.
Kosim, ayah dari Kusmayadi

Asep mengatakan tidak ingin mencari rezeki hanya sekedar bisa makan untuk hidup, “Kadang terlintas, saya suka berpikir kalau abis keliling kampung bawa Kuda Pustaka, saya pulang ke kandang termasuk yang lain juga pada pulang ke kandang. Kusir-kusir yang lain itung uang di depan saya dapet gede, saya ada pikiran ‘Bener ya kata orang-orang, saya gila, udah tau ada kegiatan itu (narik delman) yang ada duitnya malah saya tinggalin, tapi yang nggak ada duitnya saya kejar-kejar.’ Tapi nanti minggu berikutnya saya jalani lagi. Apalagi kalau ada anak-anak ya, ‘Mang kapan lagi ke kampung urang (kami)’, ‘Insya Allah’ kata saya. Wah itu mah seneng lah pokoknya.” Tuturnya panjang lebar.

Kusmayadi bersama kudanya kerap berkeliling desa-desa di Lebak Banten untuk berbagi buku bacaan.
Kusmayadi bersama anak-anak yang menikmati buku dari Kuda Pustaka

Tingkat buta aksara di Banten memang tergolong tinggi di Indonesia, namun bagi Asep, ada hal lain yang penting selain bisa membaca, yaitu menumbuhkan rasa percaya diri. Menurutnya gampang-gampang susah membangkitkan kepercayaan diri anak-anak, sehingga ia pun mencari akal dengan memberikan tantangan bagi mereka. “Ya kayak gini nih, yang mau bercerita atau nyanyi didepan anak-anak lain, saya kasih naik (delman) keliling desa gratis.”

Kuda Pustaka tidak hanya berkeliling, namun juga disambangi anak-anak. Ketika sang kuda harus beristirahat, anak-anaklah yang datang ke kandang kuda Kusmayadi untuk membaca dan mendengarkan cerita Kusmayadi.

Usaha Kusmayadi pun ternyata dibantu oleh para tetangganya. Untuk mendapat modal membeli buku, Kusmayadi dan tetangganya bekerja sama membuat ikat kepala khas Banten.

“Keyakinan saya mah dia mau berusaha ya bikin ini (Kuda Pustaka), makanya saya bantu.” Kata Samah, salah satu tetangga Kusmayadi. 

Latar belakang ia menginisiasi Kuda Pustaka di Rangkasbitung

Asep menuturkan bahwa ia mengalami masa kecil yang getir, dengan kondisi ekonomi keluarga yang sulit dan jumlah anggota keluarga yang cukup besar. 

Di keluarganya, hanya dua kakaknya yang bisa lulus hingga tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA), sementara Kusmayadi dan adik-adiknya harus rela putus sekolah. Saat itu ia sedang duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan tidak melanjutkannya hingga lulus.

Dalam kegetiran itu, ia sempat kabur dari rumah dan luntang-lantung sebagai anak jalanan hingga nyaris tujuh tahun lamanya, sebelum akhirnya kembali ke rumah karena diliputi perasaan rindu rumah.

Kembalinya ke rumah menjadikannya kemudian berjanji untuk tidak membuat susah orangtuanya. Kemudian ia belajar melakukan apa yang dilakukan keluarganya untuk mencari nafkah, yaitu menarik delman.

Suatu hari, ketika menarik delman, Asep memutuskan untuk beristirahat di depan alun-alun Rangkasbitung. Pada waktu istirahatnya itu, ia melihat seorang kawannya, Yudi, sedang memberikan uang kepada seseorang yang merupakan pasien sebuah rumah sakit. Asep kemudian membatin, ‘Yudi yang hidupnya susah saja bisa membantu dan bermanfaat buat  orang lain, masak dia tidak bisa seperti Yudi?’.

Setelah berpikir seperti itu, ia melihat kegiatan teman Facebook-nya, Bapak Ridwan Sururi  yang aktif dengan perpustakaan kuda kelilingnya di Purbalingga.

Berkat itu, ia berpikir untuk membuat kegiatan Kuda Pustaka dan berkeliling dari desa ke desa di Rangkasbitung. Menurutnya, akses masyarakat terhadap buku di Rangkasbitung tergolong sulit, sehingga berkeliling membawa buku dengan kuda dapat menjadi jalan bagi masyarakat terutama anak-anak untuk mendapatkan akses kepada buku.

Seiring berjalannya waktu, buku-buku yang dibawa Kusmayadi semakin beragam. Selain mendapatkan sumbangan buku dari berbagai komunitas literasi, juga banyak orang-orang yang datang padanya secara langsung untuk memberikan buku.

Harapan Kusmayadi 

Melalui Kuda Pustakanya, Kusmayadi berharap akses anak terhadap buku bacaan yang berkualitas, lebih mudah dijangkau secara jarak dan gratis. Ia tidak ingin kisah getirnya di masa lalu terulang kembali. “Saya ingin anak-anak Rangkasbitung nggak kalah dengan anak-anak kota.” Tuturnya mengungkapkan harapan.

Mengenai aktivitas Kuda Pustakanya, Kusmayadi atau Asep juga merasakan dampak positif untuk dirinya sendiri, “Banyaklah pembelajaran diri, karena saya juga banyak belajar dari anak-anak. Kalau saya bawa-bawa buku ke perkampungan, apalagi buku shalat gini, kan saya sering bilang ‘Dek jangan cuma di baca ya, tapi adek juga harus jalankan.’ Kalau besok lusa saya nggak berubah, itu bakal jadi tamparan buat saya, waduh itu bahaya buat saya. Mudah-mudahan saya kedepannya bisa lebih baik lagi.”

Apa yang dilakukan Kusmayadi sebetulnya adalah bukti, bahwa dalam posisi apapun kita dapat membantu orang lain, sesuai dengan kemampuan kita. Berbagi tidak harus menunggu berlimpah materi, bersedekah tidak melulu berupa uang, tetapi juga bisa berupa waktu dan kemampuan. 

Kisah Kusmayadi juga adalah bukti bahwa kebaikan yang kita berikan kepada orang lain, sebetulnya juga menjadi kebaikan untuk diri kita sendiri. 

Kusmayadi bersama anak-anak Lebak
Sumber: Majalah Top

Dan apa yang dilakukan Kusmayadi membuka sebuah pemahaman, bahwa rezeki bukan hanya untuk kehidupan jasad, namun kita juga harus mencari rezeki untuk kehidupan jiwa. Membuka cakrawala pikiran dan memperluas hati nurani.***

#SemangatUntukHariIniDanMasaDepanIndonesia #KitaSATUIndonesia