Apa yang diciptakan Tuhan memang tidak ada yang sia-sia. Kesulitan pun pada hakikatnya untuk memberikan manusia ilham-ilham dan pemahaman-pemahaman baru. Seperti yang terjadi di Ampiri, Desa Bacu-Bacu, Makassar Sulawesi Selatan. Bermula dari niat bersumbangsih untuk desanya, ternyata dapat dinikmati oleh banyak desa, bahkan hingga generasi berikutnya.

Karena letaknya di lereng bukit Coppo Tile yang jauh dari pusat kota, listrik adalah hal yang tidak dikenal di tempat ini. Hanya tau namanya tetapi tidak pernah merasakannya.

Hal inilah yang terjadi pada Harianto Albarr, niatnya membantu Desa Bacu-Bacu berbuah gagasan yang disambut dengan suka cita oleh penduduk Desa Bacu-Bacu.

Harianto Albarr dari Desa Bacu-Bacu di depan turbin pembangkit listrik
Harianto Albarr di depan salah satu turbin – Dok. Harianto Albarr

Awal mula gagasan, tahun 2008

Tahun 2008 silam, di kala libur pergantian semester tiga, Harianto Albarr pulang ke kampungnya di Ampiri, Desa Bacu-Bacu, Kabupaten Barru. Saat liburan semester itu pula warga menagihnya “oleh-oleh”.

“Sebagian orang punya ekspektasi yang tinggi, bahwa mahasiswa adalah orang yang serba bisa. Apa yang bisa diberikan buat kampung?” cerita Harianto.

Bukan hal yang mengherankan, karena saat itu, Hari, sapaan Harianto, adalah pemuda pertama Desa Bacu-Bacu yang melanjutkan pendidikan hingga perguruan tinggi.

Ampiri, Desa Bacu-Bacu letaknya di perbukitan Coppo Tile, Sulawesi Selatan, setiap orang yang hendak ke sana harus melewati jalan menanjak dan berliku. Dengan trek sempit tak beraspal yang hanya cukup dilewati satu mobil bersisian langsung dengan jurang. Roda kendaraan rawan selip atau terpeleset batuan, kalau pengemudi tak cakap menyetir atau lengah, bahaya ada sepanjang jalan itu.

Terbersit oleh Hari untuk menghadirkan listrik di desanya. Agar warga Desa Bacu-Bacu bisa menikmati terangnya listrik seperti masyarakat kota.

Perlahan Hari mempelajari, apa yang dapat ia sumbangsihkan untuk Desa Bacu-Bacu, “Waktu itu saya berpikir apa yang bisa kami buat dan apa potensinya di sini. Listrik itu yang memungkinkan,” kata Hari mengingat-ingat.

Gagasan Harianto menghasilkan listrik dari air disangsikan warga

Perlahan, Hari mulai memperhatikan sumber daya yang ada di desanya dan belajar mengenai pembangkit listrik melalui internet. Kemudian ia menyadari bahwa hal yang paling berlimpah di desanya adalah air mengalir, dan air dapat dijadikan sumber pembangkit tenaga listrik.

Gagasannya tidak serta merta disambut oleh warga, “’Mau buat listrik dari tenaga air? Nak, seandainya listrik itu bisa dari air, dari dulu listrik itu ada di sini, tapi kan tidak ada’. Bahkan dibilang, ‘potong tangan saya kalau nanti bisa nyala’.” Ujar Hari menirukan.

Namun penyangkalan itu tidak menjadikan semangatnya pupus, ia belajar otodidak melalui video di laman YouTube mengenai cara paling sederhana yang menghasilkan energi listrik yang cocok untuk desanya, dan mikrohidro menjadi jawaban. 

Hari memulai proyeknya dengan membuat kincir sebagai penghasil daya listrik, “Jadi kami gunakan barang-barang yang ada, paling beli kabel dan pipa. Kurang lebih 3-4 juta rupiah dari patungan,” kenangnya.

Percobaan pertamanya itu membuahkan harapan, meski listrik yang dihasilkan tak sampai 1.000 watt dan hanya berhasil menyalakan lampu-lampu berkekuatan 5 watt. Tapi pembuktian inilah yang membuat warga menjadi yakin padanya.

Kepercayaan warga yang tumbuh

Berbekal keberhasilan kecilnya, empat tahun kemudian yaitu pada tahun 2012, penghasil energi listrik diubah dari kincir menjadi turbin yang dipasang di Sungai Ampiri. Selain turbin, Hari beserta warga membuat ruang ruang kontrol turbin di dekat sungai tersebut.

Harianto Albarr besarad di dalam ruang kontrol turbin
Harianto Albarr berada di dalam ruang kontrol turbin – dok. kbr.id

Tak lupa Hari menjelaskan cara kerja turbin kepada warga, agar warga dapat mengelolanya sendiri, “Listrik pembangkit tenaga mikrohidro ini sederhana, intinya energi atau kekuatan air itu diubah menjadi listrik dengan perantara turbin.” jelasnya.

“Pertama air dibendung lalu, dari turbin itulah menggerakkan dinamo sehingga menjadi energi listrik. Itulah yang dialirkan ke rumah melalui kabel-kabel, sederhana sekali.” lanjutnya menerangkan kepada warga.

Kebaikan yang menyebar, listrik tenaga air juga dinikmati desa lain

Seiring berjalannya waktu, niat sederhana Harianto pada tahun 2008 silam, ternyata tidak hanya dinikmati oleh Desa Bacu-Bacu saja. Pada tahun 2012 saja, setidaknya ada sekitar 30 desa yang tersebar di berbagai daerah menggunakan tenaga mikrohidro buatan Hari. Menyebar dari Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, Sulawesi Tenggara, Maluku, dan Maluku Utara.

Harianto Albarr dari Desa Bacu-Bacu sedang memberikan pendampingan kepada warga desa
Harianto Albarr sedang memberikan penjelasan kepada warga tentang operasional turbin – dok. kbr.id

“Ada yang satu desa itu bisa satu, dua, atau tiga turbin. Atau malah satu mikrohidro bisa dua atau tiga desa. Tergantung besaran mikrohidro dan banyak warganya,” tutur lelaki kelahiran tahun 1988 ini.

Harianto Albarr mendapat julukan mantri listrik

Berbekal keberhasilannya di Desa Bacu-Bacu, Hari pun membantu desa-desa lain untuk mendapatkan listrik dengan mikrohidro. Ia tidak memberikan syarat apapun bagi desa yang memerlukan pendampingannya. Ia kemudian membuat kelompok yang beranggotakan warga desa tersebut untuk membantunya membuat mikrohidro.

“Jadi kalau kami mau buat (mikrohidro) di sebuah desa, saya buatkan kelompok dulu. Kelompok ini yang nanti berperan, bagaimana komunikasi ke masyarakat setempat juga mereka jadi pengelola pasca pembangunan dan saat digunakan di masyarakat,” terangnya.

Hari melakukan pendampingan terhadap kelompok tersebut dalam melakukan survei lapangan, pembuatan turbin, instalasi, hingga pengelolaan agar di kemudian hari masyarakat desa tersebut dapat mengelolanya sendiri. Pendampingannya ini menjadikannya mendapat julukan mantri listrik.

Harianto Albarr dari Desa Bacu-Bacu mendapat julukan  Mantri Listrik
dok.kbr.id

Niat, usaha dan keberhasilan Harianto Albarr membawa penerangan listrik ke desa hingga mendapatkan sebutan Pencetus Terang Desa pada SATU Indonesia Award 2012 nyatanya tidak hanya mengantarkan para warga desa untuk memperoleh penerangan, namun juga meningkatkan perekonomian. Karena dengan adanya listrik, warga dapat mengetahui perkembangan informasi melalui televisi, memperoleh kemudahan memasak nasi dengan rice cooker dan sebagainya.

Selain itu, listrik yang dihasilkan melalui sumber daya air merupakan sumber daya terbarukan, sangat terasa kaitannya dengan gaung go green, earth day dan environment day yang visinya jauh ke depan, bukan hanya untuk warga saat ini melainkan juga untuk generasi mendatang.***

#SemangatUntukHariIniDanMasaDepanIndonesia #KitaSATUIndonesia

Baca juga:

Cempluk Goes to School, Program Membangun Support System bagi Odapus di Lingkungan Sekolah